Dalam beberapa waktu terakhir, kita disuguhkan konflik antara Iran-Israel yang saling berbalas serangan. Respon dari berbagai media Islam pun menjadi sorotan karena negara yang berani melawan Israel justru berasal dari aliran Syiah. Seperti yang kita ketahui, Gaza yang merupakan target kekejaman Israel adalah pengikut aliran Sunni atau Ahlus-Sunnah. Iran sendiri memang dikenal sebagai negara dengan penganut aliran Syiah terbesar di dunia. Namun, jauh sebelum itu, wilayah Iran atau Persia pada zaman dahulu justru merupakan benteng bagi aliran Ahlus-Sunnah dalam melawan pengaruh Syiah.
Pada awal abad ke-11, terjadi dualisme kekhalifahan dalam Islam. Khalifah Abbasiyah dengan aliran Ahlus-Sunnah berkuasa di Baghdad, sementara Khalifah Fatimiyah yang beraliran Syiah berkuasa di Kairo. Pada masa itu, dominasi politik Syiah sangat kuat, bahkan Dinasti Buwaihi berhasil menguasai Baghdad dan menekan pengaruh Khalifah Abbasiyah. Buwaihi sendiri merupakan dinasti Turki beraliran Syiah yang memihak Khalifah Fatimiyah. Arslan al-Basasiri, yang memimpin Buwaihi, mengintimidasi Khalifah Abbasiyah dan membatasi hak-haknya. Rezimnya selama masa kepemimpinannya ini sangat meresahkan masyarakat Baghdad.
Kekejaman Buwaihi terhadap Abbasiyah berpuncak pada pengusiran Khalifah Abbasiyah, Al-Qaim bi Amrillah, dari Baghdad. Khalifah kemudian meminta bantuan Dinasti Turki Seljuk yang beraliran Ahlus-Sunnah untuk mengusir Buwaihi. Seljuk, yang saat itu dikenal memiliki pasukan besar dan tangguh, mengirim surat ancaman kepada Buwaihi agar mengembalikan Khalifah Abbasiyah dan meninggalkan Baghdad. Buwaihi akhirnya menuruti permintaan Seljuk karena mengetahui kekuatan dinasti tersebut. Tugrul Bey, yang merupakan Sultan Seljuk saat itu, memasuki Baghdad pada tahun 1059. Ia menegaskan kekuasaan Seljuk untuk menaungi Abbasiyah dan mengembalikan kehormatan Khalifah Al-Qaim bi Amrillah.
Hadirnya Seljuk di Baghdad dan kawasan Persia (Iran) membuat pengaruh Syiah semakin memudar. Para sultan Seljuk berhasil mengembalikan kekuatan pengaruh Ahlus-Sunnah dalam dunia Islam. Berbagai kemenangan atas Bizantium di barat serta kontrol penuh atas Haramain dan Yerusalem membuat Seljuk menegaskan dirinya sebagai pemimpin politik dunia Islam. Seljuk bahkan hampir mengakhiri kekuasaan Syiah di Kairo jika saja Bizantium tidak bergerak ke arah Isfahan pada tahun 1071. Kawasan Iran kuno tersebut menjadi pusat keilmuan aliran Ahlus-Sunnah di bawah naungan Sultan Seljuk dan Khalifah Abbasiyah, melanjutkan tradisi keilmuan di Baghdad yang dikenal sebagai masa keemasan Islam.
Isfahan, yang merupakan ibu kota Seljuk, menjadi cahaya Ahlus-Sunnah yang menerangi seluruh Persia dan Jazirah Arab. Ulama terkenal seperti Imam al-Ghazali turut serta membangun peradaban agung tersebut. Dengan pemikirannya, Al-Ghazali berusaha menjaga masyarakat Isfahan dari pengaruh Syiah yang ditanamkan oleh kelompok Hassassin. Hassan-i Sabbah, pemimpin kelompok tersebut, pada awalnya adalah seorang petinggi Seljuk yang membelot bersama pengikutnya. Para sultan Seljuk terus berusaha menghadang kelompok Hassassin yang membunuh para petinggi kesultanan, sementara para ulama berjuang melawan paham Syiah ekstrem yang mereka sebarkan.
BACA JUGA: Bagian 1: Sejarah Terbentuknya Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC)
Pasca-pemerintahan Sultan Sanjar pada tahun 1157, wilayah Persia mulai tidak stabil. Peperangan antara keturunan Seljuk membuat dunia Islam melemah. Dinasti-dinasti Turki lainnya saling berebut hegemoni di wilayah Persia dan Khurasan. Dalam kekacauan ini, Yerusalem ditinggalkan tanpa pengawasan efektif saat Pasukan Salib datang dan membantai warganya. Dinasti Fatimiyah, yang sempat menguasai kota itu, justru melarikan diri. Kondisi Iran kemudian semakin tidak menentu dengan datangnya invasi Mongol pada awal abad ke-13. Khawarizm, Bukhara, dan Baghdad jatuh pada pertengahan abad tersebut. Kekaisaran Mongol kemudian mendirikan negara bagian Ilkhanate yang menguasai Iran pada abad ke-14 dengan Tabriz sebagai ibu kotanya.
Pada abad ke-15, Kara Koyunlu hadir sebagai dinasti Turki Syiah yang sempat menguasai Iran. Namun, Aq Qoyunlu yang beraliran Ahlus-Sunnah kemudian berhasil menaklukkan mereka. Kebangkitan Syiah yang sesungguhnya terjadi pada masa Dinasti Safawiyah yang tumbuh di Azerbaijan. Safawiyah meluaskan kekuasaannya ke wilayah Irak dan Iran, menguasai kembali bekas wilayah Seljuk. Kesultanan Utsmaniyah yang beraliran Ahlus-Sunnah menjadi rival alami Safawiyah dalam memperebutkan hegemoni dunia Islam. Meskipun Safawiyah mungkin sering kalah dalam pertempuran terbuka melawan Utsmaniyah, mereka berhasil mempertahankan wilayah inti mereka yang kini menjadi Iran modern. Pada akhirnya, Syiah berhasil mempertahankan posisinya di wilayah Persia kuno dan mendeklarasikan Iran sebagai negara mereka.
Tinggalkan Balasan