Dari Kekunoan Hingga Kekinian

George Makdisi: “Nggak Selamanya Pendidikan Islam itu Harus Kembali ke Era Nabi”

Avatar Fachri Syauqii

Bagaimana jika kita mengesampingkan Qur’an dan Hadist, dengan melihat berbagai catatan sejarah atau, bila perlu, menelusuri bukti peninggalan berupa artefak. (Admin)

Kuttab dipimpin oleh seorang guru yang disebut mu’allim. Guru ini mengajar sepanjang tahun, kecuali saat hari libur dan acara-acara khusus. Karena keikutsertaan di kuttab bersifat sukarela, usia para murid pun bervariasi. Seorang murid bisa menghabiskan waktu lima tahun atau lebih di kuttab.

Biasanya, guru dan orang tua murid menyepakati jumlah uang tertentu sebagai bayaran atas jasanya. Jika muridnya terlalu banyak, guru bisa bekerja sama dengan guru lain. Biaya operasional seperti sewa tempat mengajar atau pakan hewan tunggangannya (seperti keledai) biasanya ditanggung guru sendiri, meskipun kadang bisa dibebankan pada orang tua murid jika ada kesepakatan.

Kemudian, ada pergeseran tempat pendidikan, yaitu beberapa masjid yang tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga berkembang menjadi pusat pendidikan yang sangat berpengaruh. Masjid-masjid ini sering memiliki perpustakaan dari hibah dan wakaf, serta guru-guru terkenal dari berbagai penjuru dunia Islam. Karena itu, banyak pelajar cerdas dan tekun datang belajar di sana. Mereka kemudian tumbuh menjadi tokoh-tokoh penting dalam ilmu pengetahuan Islam.

Masjid pertama yang dikenal sebagai tempat belajar adalah Masjid Nabi di Madinah, tempat para sahabat Nabi mulai mengajar setelah wafatnya Rasulullah. Di luar Arab, masjid-masjid lain yang terkenal sebagai pusat pembelajaran adalah Masjid Al-Aqsa di Yerusalem dan Masjid Umayyah di Damaskus, yang keduanya berdiri pada akhir abad ke-7 M.

Di wilayah Afrika Utara, Masjid Qarawiyyin di Fez didirikan pada tahun 859 M, dan Masjid Zaytuna di Tunis pada tahun 864 M. Namun, masjid yang paling berpengaruh dalam dunia pendidikan Sunni adalah Masjid Al-Azhar di Kairo, yang berdiri pada tahun 972 M dan menjadi pusat pendidikan Islam selama berabad-abad. Di kalangan Syiah, masjid yang paling berpengaruh adalah Masjid Imam Ali di Najaf, Irak, yang dibangun pada tahun 977 M.

Memasuki abad ke-10 M, muncul lembaga pendidikan baru bernama madrasah, sebagai pelengkap masjid. Madrasah pertama kali dibangun karena kebutuhan masyarakat akan tempat belajar yang lebih terorganisir. Sejak abad ke-11, para penguasa mulai membangun madrasah-madrasah secara luas. Yang paling terkenal adalah jaringan Madrasah Nizamiyyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk, seorang menteri dari Dinasti Seljuk. Madrasah pertamanya dibuka di Baghdad pada tahun 1067 M, lalu disusul di kota-kota lain di wilayah timur dunia Islam.

Apa yang membedakan madrasah dalam sejarah pendidikan Islam? Jawabannya adalah madrasah merupakan bangunan khusus untuk belajar, tetapi bukan bagian dari komunitas besar seperti universitas. Dalam satu kota bisa ada banyak madrasah, dan masing-masing berdiri sendiri atau diwakafkan. Jika ada guru atau kelompok tertentu yang ingin keluar atau memisahkan diri, dampaknya tidak besar karena masih banyak lembaga lain yang bisa menggantikan peran mereka. Tidak ada satu pihak pun yang memonopoli pendidikan.

Madrasah, baik sebagai istilah maupun lembaga pendidikan, sebenarnya sudah ada sebelum lahirnya Nizam al-Mulk. Berbeda dengan maktab (sekolah dasar Islam) yang tidak banyak mengalami perubahan, madrasah muncul dengan menawarkan hal baru: selain menjadi tempat belajar, madrasah juga menyediakan tempat tinggal dan biaya hidup bagi para pelajar. Meskipun begitu, madrasah tidak menggantikan masjid sebagai pusat pendidikan. Keduanya justru saling melengkapi. Seiring waktu, madrasah mendapatkan tempat terhormat di masyarakat, hampir setara dengan masjid. Para guru dan murid pun bebas berpindah dari satu tempat ke tempat lain sesuai kebutuhan atau keinginan mereka.

Laman: 1 2 3

Avatar Fachri Syauqii

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Subscribe to our newsletter