Pelukis maupun pelaku seni saat menciptakan seni mengalami peningkatan karena permintaan akan konten kesenian yang keratif serta adanya akses digital sehingga menjadi lebih kritis dalam menaggapi produksi seni.
Sejak merebaknya virus Covid-19 di dunia yang diklaim sebagai pandemi global, dimensi seni dan budaya mengalami situasi yang paradoks. Indikator ekonomi memprediksi bahwa sektor kesenian menjadi salah satu hal yang paling terpengaruh dengan keadaan ini, dan mungkin menjadi salah satu yang paling lambat terkena dampak dalam pemulihan.
Hal ini diperlukan adanya survei atau pengumpulan data yang bertujuan untuk memberikan dukungan secara finansial maupun logistik kepada seniman-seniman, baik pada kalangan akademisi maupun praktisi harus terlibat dalam pemikiran bersama tentang konsumsi seni, terutama dari perspektif konsumen.
Sehingga di era setelahnya, merupakan ajang pembuktian otoritas kreatifitas setiap seniman, pelukis yang diharapkan menjadi pelopor semangat dalam menjalankan situasi seperti ini. Hal lainnya, pendekatan memorikolektif akan lebih efektif dalam memberikan pesan-pesan kepada khalayak luas akan karya seni yang ekspresif.
Di Indonesia, semangat para seniman menghadapi situasi seperti ini dapat dilihat dari perspektif bagaimana konsep masyarakat dalam sebuah bangsa memandang seni dan kebudayaan secara umumnya sebagai bagian penting dalam memaknai kehidupan berbangsa.
Tentunya gagasan serta ide-ide baru dapat dimunculkan oleh penciptaan suatu karya seni, sehingga dapat diharapkan sebagai suatu praktik semangat nasionalisme pada dimensi sosial era kontemporer.
Membahas soal sejarah, dimana ada suatu aspek yang dilupakan adalah sejarah merupakan proses, sejarah merupakan perkembangan. Menurut Kuntowijoyo sejarah adalah ilmu diakronis sebab sejarah meneliti gejala-gejalayang memanjang dalam waktu.
Hal ini terhubung dengan konteks masa kini dimana terjadi suatu momen historis dan perubahan besar yang mungkin tidak ditemukan presedennya sebelum ini yaitu situasi pandemi.
Seniman di masa lalu
Dalam perkembanganya, pencapaian budaya di bidang kesenian pada seni lukis tertunya, dapat dilihat pada dua aspek, yaitu teknik dan konsep-konsep seni yang berkenaan dengan tujuan dan hakikat seni. Konsep mengenairasa dapat diuji kehadirannya pada ungkapan-ungkapan seni masa lalu yang masih dapat tersampaikan melintasi waktu, juga transformasinya di dalam seni tradisi yang masih hidup hingga kini.
Pendirian PERSAGI pada tahun 1938 misalnya, menjadi suatu catatan khusus dimana para seniman kala itu juga berada pada situasi yang tidak baik, yaitu “perang” melawan kolonialisme, hal ini lantas menguntit pada penciptan karya seni. Seperti salah satu contoh anggota dari perkumpulan tersebut, Sudjojono yang justru menjadi penentang utama teknik gaya dan estetika seni lukis pemandangan alam “Mooi Indie”.
Mulailah masa selanjutnya dalam perkembangan seni lukis Indonesia baru berkembang. Ia berkeyakinan bahwa pelukis harus bebas dari kaidah-kaidah agar jiwa bisa tercurah kepada isinya dengan sebebas-bebasnya.
Dalam masa itu, seni lukis bukan saja dikuasai oleh tema perjuangan dan penggambaran kehidupan rakyat jelata melainkan juga oleh pengaruh gaya dari seorang pelukis ternama Affandi. Lukisan-lukisan di dalam perkembangannya nampak rasa greget yang intens.
Walaupun pada pelukis, lukisannya yang mula-mula objek yang dilukisnya masih nampak jelas rasa greget ini, tidak terlihat kemudian garis-garis dalam lukisannya. Kian lama kian riuh, sehingga lukisan-lukisan yang mutakhir nyaris menjadi abstrak objek yang dilukisnya sudah sukar untuk dikenali.
Cara Affandi melukis paling tegas, dapat dilihat sebagai cara yang percaya akan kegemesan yang mendorong dari dalam, asam penyengat yang dapat dirasakan dari tafsiran suatu objek, dihimpun lalu ditambahkan sekaligus ke dalam sebuah lukisan tanpa banyak memperlihatkan ketentuan-ketentuan.
Melukis cara Affandi ini pada gaya lain sekalipun mendasari bangkitnya rasa percaya pada garis sapuan yang ditarik, sebagai catatan dari perasaan sesaat yang unik yang mungkin tak dapat ditemukan lagi pada kala ini.
Pada dasarnya perkembangan seni mutakhir kini sering disebut sebagai perkembangan seni kontemporer, telah disebutkan tak dapat dipisahkan dengan sistem sosial, ekonomi dan budaya sebuah masyarakat.
Pelukis dan seni rupa di Indonesia
Perkembangan akhir sejarah seni pun kini berkembang pada wacana yang berpindah dari pembacaan terhadap perkembangan gaya-gaya (isme-isme) seni menuju kearah semiotika dan psikoanalisis yang menyasar lebih pada tanda yang dihasilkan karya seni serta pentingnya siapa individu seniman.
Hal ini dapat ditarik benang merah, setidaknya ada dua poin makna yang terkandung dalam peristiwa lahirnya PERSAGI tersebut. Pertama, gaya dan aliran yang disajikan oleh seniman-seniman kala itu merupakan suatu ekspresi jiwa yang ingin menunjukkan perasaan “terjajah” yang berusaha ingin menghadirkan situasi pada kala itu. Kedua, semangat kebangsaan dan nasionalisme terjalin antar sesama seniman sehingga terwujudnya kemerdekaan.
Selain dari pada itu, Kongres Kebudayaan yang dilaksanakan sejak pra-kemerdekaan juga telah melahirkan gagasan-gagasan yang mendasar mengenai bagaimana memahami serta memaknai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada saat bersamaan, didalam situasi krisis seperti itu, kehidupan budaya dapat dikatakan “bunting” dengan gagasan tentang Indonesia yang menyeruak dan sangat beragam, sehingga dapat disimpulkan secara sederhana tentang gagasan nasionalisme dalam karya seni.
Seniman dan goresannya melawan penjajah
Selanjutnya, pendirian ASRI juga menjadi nuansa akan kentalnya nasionalisme, dimana para seniman juga yang mayoritas berasal dari pejuang kemerdekaan. Para pendiri ASRI memiliki pandangan-pandangan seni yang sangat erat dengan semangat kebangsaan yang menentang penjajahan kolonial.
Pembentukan akademi ini juga merupakan amanat dari Kongres Kebudayaan Nasional pertama yang diselenggarakan seusai Indonesia merdeka, dengan berbekal dukungan dari sektor pemerintahan para seniman dan budayawan menjadi penggerak awal akademi seni ini, sehingga terbentuknya sebuah sarana pendidikan seni yang adiluhung.
Para seniman yang mendukung atas berdirinya ASRI seperti Sudjojono dan Affandi memiliki karakter yang kuat dalam mengetengahkan seni rupa yang berangkat dari semangat kerakyatan.
Sehingga terbentuk dari suatu karakter akademi seni yang khas guna melahirkan karya-karya yang menggambarkan realitas masyarakat kala itu. Begitu juga dengan mahasiswa awal kala itu juga memiliki peranan penting dalam melihat jiwa dan semangat zaman yang sedang mengalami perubahan tatanan, dari kolonial menuju sebuah negara republik yang demokratis.
Kompleksitas institusi seni di masa itu, menjadi landasan-landasan dalam melihat dan memaknai Indonesia sebagai bangsa melalui seni, hingga tercapainya dimasa depan yang semakin tak terelakan berlangsung dalam arena ekonomi, politik, dan kebudayaan secara umum.
Begitu pula dimensi sosial yang semakin kompleks dalam situasi realitas yang termediasi melalui teknologi digital dan jaringan media.
Dalam konteks masa kini, seniman diharapkan mampu untuk memunculkan narasi-narasi melalui karya seni bagaimana memaknai Indonesia didalam kekalutan dengan situasi pandemi ini, tentunya dengan kekuatan seni yang mampu mengimajinasikan sesutau yang belum pernah ada sebelumnya, dengan kontribusi seniman yang sangat diperlukan guna memberikan bayangan yang solid tentang indonesia di masa kenormalan baru ini.
Tinggalkan Balasan