Dari Kekunoan Hingga Kekinian

Untungnya Kita Punya Danarto: Sastrawan Sufistik yang Nyentrik

Avatar Fachri Syauqii

Danarto disebut sebagai sastrawan sufistik bukan hanya karena tema keislaman dalam karyanya, tetapi juga karena kemampuannya membawa pembaca ke dalam pengalaman mistis yang khas (Foto: Dewan Kesenian Jakarta).

Kala itu aku masih ingat pertemuan dengan si Mat (Aly Reza), yang banyak mendiskusikan berbagai hal terutama buku-buku sastra. Saat itu kami membicarakan sastra yang bertemakan sufistik yang ditulis oleh Danarto. Salah satu buku yang kami diskusikan adalah โ€œAdam Makrifatโ€ (tapi toh nyatanya si mat telah menamatkan seluruh karyanya Danarto), bagaimana melihat unsur sufistik yang sangat kental dalam karya tersebut. 

Masalahnya tidak banyak penulis karya sastra, terutama cerita pendek, yang mengusung tema sufistik, selain kerumitannya, juga pertaruhannya akan mengambil minat para pembaca di tanah air. Apalagi mereka yang cenderung lebih tertarik pada karya sastra Islam populer, seperti Asmanadia, Habiburrahman el-Shirazy, Ahmad Fuadi, dan lainnya.

Namun, keraguan itu telah dibuktikan sendiri lewat kualitas karyanya yang masih bisa kita baca. Bagaimana Danarto berhasil meramu kata-kata, selain itu menurut penulis sendiri, dalam cerita yang dibangun olehnya ada upaya untuk mendobrak dunia imajinasi dan dunia spiritualitas yang tidak lagi mempunyai batasan.

Apalagi kita akan menemukan judul-judul menarik yang belum pernah kita bayangkan, seperti judul cerpen dengan gambar hati dan anak panah, judul cerpen gambar not musik dengan tulisan cak cak cak, Setangkai Melati di Sayap Jibril, dan masih banyak lagi. 

Danarto disebut sebagai sastrawan sufistik bukan hanya karena tema keislaman dalam karyanya, tetapi juga karena kemampuannya membawa pembaca ke dalam pengalaman mistis yang khas. Melalui simbolisme, gaya penceritaan yang unik, dan eksplorasi hubungan manusia dengan Tuhan, ia berhasil menciptakan karya-karya yang tidak hanya estetis tetapi juga penuh makna transendental.

Biografi Singkat Danarto

Danarto seorang sastrawan, seniman, dan pelukis ini lahir di Sragen, Jawa Tengah. Sebagian hasil lukisannya ia masukkan ke dalam cerita pendek. Salah satu lukisan yang paling nyentrik menurut penulis adalah saat Malaikat Jibril membisikkan sesuatu ke telinganya Gus Dur, sehingga membuat Gusdur tertawa. 

Melansir dari Alif.id, lukisan tersebut memang benar diilhami dari cerita saat Gusdur bertemu dengan Raja Saudi, keduanya mengobrol, lalu saat Gusdur bercerita, Raja Saudi tertawa. Hingga saat ini cerita itu masih misterius. Danarto dibesarkan di keluarga sederhana. Berdasarkan informasi dari Kumparan, ia sangat benci dengan pelajaran Matematika yang membuatnya harus dihukum gara-gara mendapat nilai jelek.

Danarto mengalami perkembangan dan pergeseran tema dari waktu ke waktu. Dalam cerpen-cerpen awalnya, yang terkumpul dalam Godlob (1975) dan Adam Ma’rifat (1982), ia banyak mengeksplorasi perenungan religius dengan nuansa panteisme dan mistisisme. 

Sang Sufi Syed Ali Imadeddin Nasimi Pendobrak Syair Sufistik

Karyanya begitu dipengaruhi oleh budaya wayang Jawa. Namun, dalam karya-karya berikutnya, terutama yang terangkum dalam kumpulan cerpen Berhala (1987) yang mencakup cerpen-cerpen yang ditulis antara tahun 1979 hingga 1987 Danarto mulai menggabungkan aspek religiusitas dengan berbagai isu sosial yang lebih aktual.

Pendekatan ini memadukan kehidupan sehari-hari dengan dunia alternatif. Pergeseran gaya dan tema ini masih berlanjut dalam kumpulan cerpennya Gergasi yang diterbitkan pada tahun 1993.

Karya Danarto Bisa Menjadi Objek Penelitian oleh Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam

Kuntowijoyo secara jelas membedakan antara sastra dan sejarah. Sastra merupakan hasil imajinasi dan subjektivitas penulis, sedangkan sejarah adalah ilmu yang menyajikan fakta secara diakronis, ideografis, unik, dan empiris.

Oleh karenanya, sifat dan cara penelitian terhadap objek sangat berbeda. Misalnya saja, penelitian sastra banyak menyelidiki tentang gaya bahasa, unsur kalimat, teknik bercerita, dan sebagainya. Sementara sejarah lebih menekankan pada peristiwa, baik yang belum terungkap atau yang sudah diungkap dengan menambah interpretasi yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Lisanuddin Ibnu Al-Khatib: Penyair Romansa di Kota Grananda

Karya-karya Danarto memiliki latar sejarah yang erat kaitannya dengan perubahan sosial dan politik di Indonesia. Ia mulai dikenal di dunia sastra pada era 1960-an hingga 1990-an, periode yang penuh dengan dinamika politik. 

Pada masa Orde Lama, sastra Indonesia banyak dipengaruhi oleh ideologi nasionalisme dan politik, namun Danarto muncul dengan pendekatan yang berbeda, yaitu mengusung realisme magis dan sufisme. 

Ketika Orde Baru berkuasa, tema-tema realisme sosial dan kritik terhadap pemerintah lebih mendominasi sastra Indonesia, tetapi Danarto tetap konsisten dengan eksplorasi tema mistik dan spiritual. Meskipun tidak secara langsung menyerang rezim, karyanya tetap menyiratkan kritik sosial dalam bingkai sufistik. 

Sementara itu, pada era Reformasi, meskipun produktivitasnya menurun, pemikirannya tetap memengaruhi banyak sastrawan modern yang tertarik pada eksplorasi spiritual dalam sastra.

Selain itu, budaya Jawa dan Islam sangat berpengaruh dalam karya-karya Danarto. Dalam beberapa cerpennya, seperti yang terkumpul dalam Godlob (1975) dan Adam Maโ€™rifat (1982), ia banyak mengangkat unsur wayang dan kepercayaan mistik Jawa yang berpadu dengan ajaran tasawuf Islam.

Sinkretisme antara budaya lokal dan Islam terlihat jelas dalam caranya menggambarkan perjalanan spiritual tokoh-tokohnya. Konsep-konsep tasawuf seperti wahdatul wujud (kesatuan eksistensi) dan maโ€™rifat (pengenalan terhadap Tuhan) sering kali menjadi inti dalam narasinya. 

Dengan demikian, Danarto menghadirkan sebuah perspektif yang unik dalam sastra Indonesia, di mana kepercayaan tradisional dan spiritualitas Islam saling bertautan.

Avatar Fachri Syauqii

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Subscribe to our newsletter