Dari Kekunoan Hingga Kekinian

Sang Sufi Syed Ali Imadeddin Nasimi Pendobrak Syair Sufistik

Avatar Fachri Syauqii

Manuskrip divฤn Azerbaijan Nasimi atau kumpulan puisi berbahasa Azerbaijan (Wikipedia)

Berbicara tentang sufistik, sering sekali kita terlalu asyik dengan Jaluluddin Rumi. Memang, ia merupakan seorang sufi terbesar pada masanya. Bahkan semua karya Rumi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, banyak juga para peneliti dari Sastra Arab yang mengkaji secara mendalam mengenainya, baik dari segi tata bahasa, interpretasi, kisah hidupnya, dan sebagainya. Sehingga membuat umat Muslim di Indonesia ketika merasa dirinya telah mencapai sufistik, maka Rumi adalah bacaannya. 

Banyak yang tidak tahu, Rumi bukan satu-satunya penyair sufi dengan kedalaman dan kecanggihan struktur bahasa yang luar biasa. Saya akan membahas seorang penyair sufi yang luar biasa dengan kedalaman syairnya (divan) yang meretas imajinasi para pembacanya.

Sufi ini mungkin masih asing didengar, karena hanya sebagian yang pernah menulis sebagian informasi memuat tentang dirinya. Bahkan buku khusus mengenai dirinya juga tidak ada, bila kita harus mencari bagian darinya hanya pada buku karyanya Anne Marie Schimmel. Sufi itu bernama Syed Ali Imaduddin Nasimi yang berasal dari Azerbaijan.

Jika pernah mendengar lagu Sami Yusuf yang berjudul Nasimi yang memiliki dua versi dalam bahasa Arab maupun Azerbaijan. Menurut penulis, hanya bahasa Azerbaijan yang sesuai dengan konteksnya dan memiliki makna yang sangat mendalam. Berikut penulis mengutip dari lirik lagu Sami Yusuf berjudul Nasimi:

Mษ™ndษ™ sฤฑฤŸar iki cahan, mษ™n bu cahana sฤฑฤŸmazam

Gรถvhษ™ri-lamษ™kan mษ™nษ™m, kรถvnรผ mษ™kana sฤฑฤŸmazam

Tir mษ™nษ™m, kaman mษ™nษ™m, pir mษ™nษ™m, cavan mษ™nษ™m

Zษ™rrษ™ mษ™nษ™m, gรผnษ™ลŸ mษ™nษ™m, รงar ilษ™ pษ™ncรผ ลŸeลŸ mษ™nษ™m

Dalam diriku memuat dua dunia (dunia dan akhirat), tetapi aku tidak muat dalam dunia ini

Aku adalah mutiara dari alam tanpa tempat, aku tidak dapat dimuat oleh ruang dan waktu

Aku adalah anak panah, aku adalah busur, aku adalah orang tua, aku adalah pemuda

Aku adalah atom, aku adalah matahari, aku adalah empat, lima, dan enam

Riwayat Hidup Nasimi

Berbagai tulisan yang mencoba untuk menjelaskan riwayat hidup Syed Ali Imaduddin Nasimi memiliki beragam versi. Mengutip dari artikelnya Nurlana Mustafayeva berjudul โ€œStudy of Azerbeijan Poet Imadeddin Nasimiโ€™s Creativity in Turkish Literary Criticismโ€, Nasimi adalah seorang pemikir, penyair, sekaligus ilmuwan besar.

Kemudian karyanya sangat terkenal pada akhir abad pertengahan tahun 1400-an. Ia lahir di kota Samakhi sekitar tahun 1369 M dan di eksekusi mati di wilayah Suriah, tepatnya di Aleppo tahun 1417. Nasimi menguasai berbagai bahasa, seperti Arab, Persia, Azerbaijan, dan Turki.

Ia menerima pendidikan dasar di Shamakhi dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan pada masanya, termasuk sejarah agama, logika, matematika, dan astronomi. Karya-karyanya menjadi tahap penting dalam perkembangan bahasa dan sastra Azerbaijan. Pada awal kariernya, Imadeddin Nasimi menganut ajaran tasawuf dan meneruskan praktik sufi terkenal, Syaikh Shibli.

Selama hidupnya, karya-karya Nasimi tersebar luas di Azerbaijan, Timur Tengah, Irak, Suriah, dan Asia Tengah. Karya-karyanya memberikan pengaruh besar tidak hanya terhadap sastra Azerbaijan tetapi juga terhadap perkembangan sastra Turki sejak abad ke-15. Sejumlah penyair Turki banyak terinspirasi oleh kreativitasnya.

Karyanya menjadi salah satu warisan tak benda yang diakui oleh UNESCO. Selain itu, keputusan Kabinet Menteri Republik Azerbaijan No. 211 tertanggal 7 Mei 2019, Nasimi dimasukkan dalam daftar penulis yang karyanya dinyatakan sebagai milik negara di Republik Azerbaijan. Warisan Nasimi dilindungi oleh negara.

Menurut Vidadi Mustafayeva, ada kemungkinan Nasimi merupakan seorang keturunan Nabi Muhammad melihat gelar Syed di depannya. Bahkan Nasimi sering menggunakan nama pena yaitu โ€œHusseiniโ€ di berbagai karya yang ia ciptakan. Ia juga merupakan seorang murid dari guru spiritual bernama Fazlallah Astrabadi. Berbagai syairnya terlihat jelas bahwa ia merupakan seorang yang menganut aliran Hurufiyyah.

Berdasarkan catatan Lednicky, maha karyanya saat ini masih bisa dijumpai dalam bahasa Azerbaijan, Turki dan Persia di Perpustakaan Ankara, Turki, dan di Perpustakaan Iran.

Berkat keterampilan seni Nesimi dan kemampuannya menggunakan bahasa Turki dan Persia secara luas, ia memiliki banyak pengikut, buku atau kumpulan puisi yang paling penting setelah Javidannama adalah divan-divan karya Seyyid Imaduddin Nesimi. Anehnya, riwayat kehidupan Fazlallah Astrabadi tidak diketahui sama sekali karena nihil catatan.

Perbedaan Ideologi Rumi dan Nasimi

Kita telah mengetahui bahwa Nasimi menganut aliran Hurufiyyah. Apa itu? Menurut Orkhan Mir-Kasimov, Hurufisme (Hurufiyyah) adalah sebuah aliran esoteris dalam Islam yang berkembang pada abad ke-14, berfokus pada makna mistis dari huruf-huruf dalam alfabet Arab dan Persia.

Aliran ini didirikan oleh Fazlullah Astarabadi (1339โ€“1394) di Persia dan kemudian menyebar ke Iran, Anatolia, serta Asia Tengah. Hurufisme memiliki ajaran yang menggabungkan mistisisme dengan numerologi, menganggap bahwa huruf-huruf memiliki rahasia ilahi yang dapat mengungkap makna tersembunyi dalam wahyu Tuhan.

Salah satu konsep utama dalam Hurufisme adalah huruf sebagai sumber ilmu ilahi. Para pengikutnya meyakini bahwa makna sejati dari wahyu Allah tersembunyi dalam susunan huruf yang membentuk Al-Qur’an.

Huruf-huruf ini bukan sekadar simbol linguistik, tetapi juga memiliki makna batiniah yang hanya bisa dipahami melalui pengetahuan mistis. Setiap huruf diyakini mengandung rahasia kosmis, yang dapat membuka pemahaman lebih dalam tentang alam semesta dan hubungan manusia dengan Tuhan.

Contoh sederhananya, huruf alif bukan sekedar tegak lurus tanpa makna. Justru sebaliknya, huruf alif memiliki berbagai arti, tafsiran, dan makna yang mendalam untuk mengetahui samudera pengetahuan sang Ilahi.

Hurufisme mengajarkan bahwa wajah manusia mencerminkan huruf-huruf suci, sehingga manusia dipandang sebagai perwujudan nyata dari keilahian. Ajaran ini memiliki kemiripan dengan konsep Wahdat al-Wujud (Kesatuan Eksistensi) dalam tasawuf, tetapi dengan fokus pada simbolisme huruf. Bagi para penganut Hurufisme, keberadaan manusia itu sendiri adalah cerminan dari esensi ilahi, dan pemahaman terhadap diri sendiri berarti juga memahami Tuhan.

Sementara Jalaluddin Rumi menganut paham Mawlawiyah yang lebih menekankan cinta ilahi, harmoni, dan penyatuan dengan Tuhan melalui tarian sufi (Sema). Berbeda dengan Nasimi yang menantang dogma agama, Rumi lebih menekankan aspek cinta universal dan kesatuan makhluk dengan Tuhan melalui kasih sayang dan kefanaan diri (fanaโ€™).

Selain itu, syair-syair Nasimi lebih emosional dan menggebu-gebu dan sering menggunakan metafora yang menunjukkan keilahian dalam manusia, yang menjadikan puisinya kontroversial.

Nasimi lebih bersifat revolusioner dan radikal, sementara Rumi lebih penuh kasih dan lembut dalam menyampaikan ajaran sufinya. Nasimi menantang dogma agama hingga menyebabkan kematiannya, sedangkan Rumi mengajarkan jalan cinta sebagai cara mencapai Tuhan. Mana yang menurutmu lebih menarik, ajaran Nasimi yang lebih berani atau pendekatan Rumi yang lebih penuh cinta?

Avatar Fachri Syauqii

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Subscribe to our newsletter