Dari Kekunoan Hingga Kekinian

KKN Lumajang Sukses Uji Teori “Keikhlasan”: Mahasiswa Belajar Ikhlas, Motor Dianggap Apes

Avatar Miftakhul Khoiri Hamdan Habibi

โ€œSaya kira Balai Desa aman, ternyata apes,โ€ begitulah kira-kira celetukan pihak Kepala Desa.

Kejadian pencurian motor yang menimpa mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Lumajang bukan sekadar kasus kriminal biasa. Lebih dari itu, insiden ini mengangkat persoalan mendasar tentang bagaimana aparat desa dan pihak keamanan setempat seolah menunjukkan ketidaksiapan dan lemahnya tanggung jawab dalam menjaga keselamatan masyarakat, termasuk tamu yang tengah menjalankan fungsi sosial di wilayah mereka.

Pada malam kejadian, saat para mahasiswa KKN dari Universitas Jember (Unej) dan Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember tengah beristirahat di posko mereka di balai desa, pelaku dengan mudah mencuri motor-motor mereka dengan cara membobol dan memanjat. Mirisnya, CCTV yang seharusnya berfungsi sebagai alat pengawasan vital sudah tidak dapat diandalkan sejak beberapa bulan sebelumnya. Fakta ini secara gamblang menunjukkan bahwa sistem pengamanan di tingkat desa sudah jauh dari kata memadai.

Sikap Kepala Desa Alun-alun yang menyatakan, โ€œSaya kira Balai Desa aman, ternyata apes,โ€ menjadi sorotan tajam. Ungkapan tersebut secara tidak langsung mengindikasikan sikap pasrah dan kurang proaktif dari aparat desa dalam mencegah kejahatan. Hal ini tidak hanya menggambarkan minimnya antisipasi, tetapi juga memunculkan pertanyaan kritis: apakah desa tersebut benar-benar memiliki komitmen dan kemampuan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi warganya dan para tamu seperti mahasiswa KKN?

Sebagai garda terdepan, perangkat desa semestinya menjadi pelindung sekaligus pengawas keamanan. Namun, kasus ini memperlihatkan gambaran sebaliknya. Tidak adanya upaya nyata untuk memperbaiki CCTV yang rusak, kurangnya patroli keamanan, serta lemahnya koordinasi dengan aparat kepolisian lokal menjadi catatan penting yang harus segera diperbaiki.

Kondisi ini berdampak langsung pada para mahasiswa yang berada dalam posisi rentan di lingkungan yang asing. Program KKN, yang dirancang sebagai sarana pengabdian dan pembelajaran, kini ternoda oleh keresahan akan keselamatan pribadi. Rasa takut dan tidak nyaman yang timbul tentu sangat bertolak belakang dengan tujuan luhur program itu sendiri.

Bagi mahasiswa, kerugian materiil berupa hilangnya motor bukan hanya soal finansial. Kendaraan tersebut adalah transportasi vital untuk menunjang mobilitas dan kelancaran tugas-tugas pengabdian mereka di lokasi KKN yang seringkali terpencil.

Respons dari pihak kampus, Unej dan UIN KHAS Jember, mengerucut pada satu langkah tegas: menarik kembali seluruh mahasiswa KKN dari Lumajang. Keputusan ini menandakan ketidakmampuan mereka untuk mempertaruhkan keselamatan mahasiswa di tengah situasi yang tidak kondusif. Bahkan, UIN KHAS mempertimbangkan untuk tidak lagi mengirimkan mahasiswanya ke Lumajang di masa depanโ€”sebuah potensi kerugian besar bagi daerah tersebut yang akan kehilangan kontribusi positif dari mahasiswa.

Keputusan tegas universitas ini sejatinya adalah panggilan keras bagi pemerintah desa dan aparat keamanan untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh. Sikap yang cenderung pasif dan acuh tidak bisa dibiarkan berlarut-larut jika tidak ingin citra wilayah tersebut semakin rusak.

BACA JUGA: Antara Gus Dur, Pengibaran Bendera Bintang Kejora, dan Fenomena Pengibaran Bendera One Piece

Masyarakat luas sangat menyayangkan sikap aparatur yang seharusnya melindungi, namun terkesan defensif. Langkah preventif dan respons cepat seharusnya menjadi prioritas, termasuk memperbaiki sarana pengawasan seperti CCTV serta mengaktifkan kembali sistem keamanan lingkungan (siskamling) bersama masyarakat. Keamanan adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan inisiatif dari aparat desa untuk membangun sistem yang inklusif, melibatkan pemuda desa, tokoh masyarakat, dan pihak kepolisian.

Insiden ini menjadi peringatan bagi semua pihak bahwa mahasiswa adalah aset bangsa yang harus dilindungi selama mereka berkontribusi membangun desa. Lebih jauh, kasus ini memantik pertanyaan mengenai standar pengamanan di daerah lain yang menjadi tujuan KKN. Sudah adakah regulasi dan mekanisme yang menjamin keamanan mahasiswa? Ini menjadi bahan evaluasi krusial bagi institusi pendidikan dan pemerintah daerah untuk bekerja sama.

Pada akhirnya, insiden di Lumajang adalah momentum bagi pemerintah desa dan aparat keamanan untuk membuktikan bahwa mereka mampu menjaga dan melindungi warganya. Jika perbaikan segera dilakukan, Lumajang bisa kembali menjadi lokasi yang ramah dan aman. Sebaliknya, jika sikap acuh tidak berubah, kerugian yang ditimbulkan bukan hanya materiil, melainkan juga hilangnya peluang besar bagi daerah untuk maju bersama energi positif generasi muda.

Avatar Miftakhul Khoiri Hamdan Habibi

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *





Subscribe to our newsletter