Novel Ria Ricis bikin mewek! Pernahkah kalian meminta maaf kepada orang tua, keluarga, teman, atau orang yang kalian sayangi? Tentu saja pernah, karena hidup ini bukan hanya tentang diri kita sendiri. Ada banyak sosok yang menjadi bagian dari hidup kita, meskipun terkadang hanya sebagai figuran dalam perjalanan kita.
Konon, cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya. Tidak heran jika banyak anak perempuan lebih dekat dengan ayah dibandingkan ibunya. Hal ini wajar terjadi, sebab ketika dua perempuan bersinggungan, seringkali berujung pada perbedaan pendapat. Meskipun begitu, tentu tidak semua perempuan seperti itu. Sementara itu, sosok ayah seringkali menjadi pelindung dan tempat ternyaman untuk bertukar pikiran.
Namun, pernahkah kalian lupa untuk meminta maaf kepada Papa? Jika iya, apa yang membuatmu lupa? Mungkin kita terlalu sibuk, terlalu egois, atau terlalu menunda. Tidak semua orang punya kesempatan untuk meminta maaf secara langsung. Seperti yang dirasakan oleh Ria Ricis dalam novelnya Maaf untuk Papa, yang menyuguhkan kisah pilu seorang anak yang tidak sempat meminta maaf kepada sang ayah sebelum kepergiannya.
Novel Maaf untuk Papa menceritakan perjalanan hidup seorang anak yang penuh suka dan duka. Ia digambarkan sebagai sosok ceria yang percaya diri, lebih menonjol di bidang non-akademik, dan memiliki kesabaran luar biasa. Namun, semua berubah saat sosok Papa yang selalu mendukung dan tidak pernah menuntut itu tiba-tiba pergi. Dunia seakan menjadi gelap dan sunyi. Yang tersisa hanyalah keinginan besar untuk meminta maaf atas segala hal yang belum sempat disampaikan.
โSekali lagi, maaf, Pa. Adek nggak ada di dekat Papa saat terakhir.โ
Perjalanan menyusuri pulau yang indah membawa kenangan mendalam dan rasa kehilangan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Banyak orang memilih diam ketika berhadapan dengan kenangan pahit, terutama tentang cinta pertama seorang anak: ayahnya. Rasa penasaran dan duka pun memuncak ketika kabar duka datang lewat pesan di layar ponsel. Seketika semuanya menjadi gelap, senyap, dan menyakitkan. Ingatan tentang sang Papa hadir kembali, membuat air mata jatuh tak tertahankan.
Kisah ini berhasil menghadirkan ekspresi emosional yang kuat dari pengarang. Pengalaman pribadi Ria Ricis menjadi sumber inspirasi yang diolah menjadi karya sastra yang menyentuh hati. Hubungan emosional antara anak bungsu dengan ayahnya digambarkan dengan jelas dan mendalam. Pesannya sederhana namun bermakna: hidup harus terus berjalan, meski kita kehilangan orang tercinta. Kita semua akan kembali pada Sang Pencipta, hanya waktunya saja yang berbeda.
Maaf untuk Papa memberikan pelajaran penting bagi anak muda: jangan pernah melupakan orang tua, jangan melukai hatinya. Kehilangan sosok orang tua tidak hanya berdampak secara materi, tetapi juga secara psikis. Maaf adalah kata sederhana yang mampu membuka ruang hati, memperluas kesabaran, dan membentuk keikhlasan.
Bahasa dalam novel ini disampaikan secara lugas, sehingga mudah dipahami pembaca dari berbagai kalangan. Konflik yang diangkat tidak terlalu kompleks, namun tetap menyentuh aspek psikologis yang mendalam. Tidak semua orang mampu meminta maaf secara langsung, dan novel ini menunjukkan bahwa kata โmaafโ bisa menjadi beban berat jika tak sempat diucapkan.
Maaf untuk Papa layak dibaca oleh siapa pun. Novel ini mengajarkan nilai-nilai kehidupan seperti kesabaran, keberanian, rasa percaya diri, dan pentingnya meminta maaf. Di era modern ini, banyak orang mulai kehilangan kepekaan dan menganggap semuanya biasa saja. Padahal, rasa bersalah dan penyesalan bisa menjadi luka batin yang membekas.
Kepribadian tokoh dalam novel ini ditampilkan dengan jelas. Pembaca bisa merasakan perasaan kehilangan, perjalanan hidup, dan ketabahan sang tokoh utama. Hal ini menjadikan Maaf untuk Papa sebagai karya yang cocok dibaca oleh semua kalangan maupun dijadikan bahan kajian dalam studi sastra.
BACA JUGA: Resensi Novel Detail Kecil: Melihat Palestina dari Segi Sejarah yang Terpinggirkan
Kita semua butuh kebahagiaan, dan terkadang melakukan perjalanan atau mencari kesenangan menjadi cara untuk meredakan stres. Namun di balik kebahagiaan, selalu ada potensi kesedihan entah itu rasa sakit hati, kemarahan, atau kekecewaan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan. Bahagia secukupnya, agar jika kecewa, rasa sakitnya juga tak terlalu dalam.
Sabar memang ada batasnya, tapi tak ada salahnya untuk memperluas kesabaran. Hidup memang penuh teka-teki, tetapi berpikir positif dan memberikan ruang bagi diri sendiri untuk merasakan luka adalah bagian penting dari proses penyembuhan. Orang yang paling kita cintai pun bisa pergi kapan saja. Maka, jangan pernah ragu untuk mengucapkan maaf.
Hidup tidak selalu tentang โmaaf,โ tapi tanpa kata itu, hubungan bisa kehilangan maknanya. Dalam keluarga, pertemanan, atau dunia kerja, kata-kata bisa menjadi luka jika tidak dijaga. Dan satu kata sederhana “maaf” bisa menyelamatkan segalanya.
Tinggalkan Balasan