Dari Kekunoan Hingga Kekinian

Bagian 1: Sejarah Terbentuknya Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC)

Avatar Fachri Syauqii

sejarah pembentukan Garda Revolusi Iran, (Admin)

Konflik di Timur Tengah seakan tidak ada habisnya. Saat ini, peristiwa yang menyita perhatian dunia adalah serangan rudal balistik Iran ke Israel. Pasukan yang menjadi komando utama dalam operasi ini adalah Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), yang tanpa henti terus menggempur pertahanan Israel.

Tulisan ini akan dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama ini akan berfokus secara khusus pada sejarah pembentukan Garda Revolusi Iran, pasukan ideologis yang kini menjadi ujung tombak perlawanan Iran. Di tengah dinamika ini, perdebatan mengenai perbedaan aliran Syiah dan Sunni menjadi kurang relevan dibandingkan aksi nyata perlawanan untuk memperebutkan pengaruh dan, dalam konteks Palestina, mengubah status quo dari sekadar bantuan kemanusiaan menjadi konfrontasi militer.

Lahir dari Rahim Revolusi

Iran mengubah total wajahnya setelah Revolusi Islam pada tahun 1979. Kekuasaan tertinggi tidak lagi berada di tangan presiden, melainkan dipegang oleh seorang Pemimpin Spiritual, Ayatollah Ruhollah Khomeini. Setelah perubahan fundamental ini, langkah apa yang diambil Iran?

Dalam bukunya, โ€œIran: Nuklir, Sanksi, Militer, dan Diplomasiโ€, Dian Wirengjurit menjelaskan bahwa negara penganut paham Syiah ini menolak untuk mengadopsi sistem hukum dari Barat, seperti Prancis. Para ulama dan akademisi bersikeras untuk tidak menjiplak sistem dari negara lain. Bagi mereka, sebuah bangsa besar dengan peradaban adiluhung seperti Persia harus memiliki jati diri sendiri, termasuk dalam sistem hukum dan negara yang pernah menjadi kebanggaan sejarah.

Sejalan dengan semangat kemandirian inilah, Garda Revolusi Iran (dalam bahasa Persia: Sepฤh-e Pฤsdฤrฤn-e Enqelฤb-e Eslฤmi) dibentuk secara resmi pada 22 April 1979, hanya beberapa bulan setelah revolusi, atas perintah langsung dari Ayatollah Khomeini. Tujuannya adalah untuk melindungi Revolusi Islam dari ancaman internal dan eksternal, sekaligus menjadi penyeimbang bagi militer reguler Iran (Artesh), yang pada saat itu masih dipandang dengan sedikit kecurigaan oleh rezim baru.

BACA JUGA: Menelisik Hubungan Dua Imperium Besar yang Sempat Harmonis

Perang Iran-Irak (1980โ€“1988) menjadi ajang pembuktian bagi IRGC. Selama konflik delapan tahun tersebut, IRGC bertransformasi dari sebuah milisi paramiliter menjadi sebuah institusi militer yang terstruktur, tangguh, dan sangat berpengaruh.

Struktur Unik dan Wewenang Langsung

Keunikan IRGC terletak pada struktur komandonya. Melansir dari Kompas.id, pasukan militer ini bertanggung jawab langsung kepada Pemimpin Tertinggi saat ini Ayatollah Ali Khameneiโ€”bukan kepada presiden maupun parlemen. Hal ini berbeda dengan militer resmi (Artesh) yang berada di bawah komando pemerintah. Menurut Yohanes Mega Hendarto, IRGC sangat fleksibel dan independen karena garis komandonya yang langsung ke pucuk pimpinan spiritual.

Secara organisasi, IRGC dibagi dalam beberapa cabang utama:

  • Pasukan Darat
  • Angkatan Laut
  • Angkatan Dirgantara
  • Pasukan Quds: Cabang elite yang bertanggung jawab untuk operasi di luar negeri. Salah satu komandannya yang paling terkenal adalah Jenderal Qasem Soleimani, yang tewas dalam serangan AS pada tahun 2020.
  • Basij: Pasukan relawan paramiliter yang bertugas menjaga keamanan dalam negeri dan ideologi revolusi.

Menurut Adam Zeidan di situs Britannica.com, pengaruh IRGC semakin merambah ke ranah politik. Ketika Presiden Mohammad Khatami (1997โ€“2005) meluncurkan agenda reformasi, hal itu dianggap mengancam dominasi IRGC dan ulama konservatif. Sebagai respons, Ayatollah Khamenei mengesahkan pembentukan sayap intelijen baru untuk memperkuat posisi IRGC di kancah politik domestik.

Doktrin Operasi: Misi Regional dan Musuh Utama

Mark D. Silinsky dalam artikelnya, โ€œIranโ€™s Islamic Revolutionary Guard Corps: Its Foreign Policy and Foreign Legionโ€, mengungkapkan bahwa IRGC sangat aktif dalam proyeksi kekuatan di luar negeri. Mereka membantu pasukan Houthi di Yaman, berperan penting dalam mengamankan pemerintahan di Damaskus (Suriah), melindungi milisi Muslim Syiah di Pakistan, dan yang paling utama, menjalankan misi pembebasan Palestina dari Israel.

IRGC secara terbuka mendefinisikan tiga musuh utamanya:

  1. Amerika Serikat (“Setan Besar”)
  2. Israel (“Entitas Zionis”)
  3. Arab Saudi (Menurut pandangan Ayatollah Khomeini yang dianalisis dalam buku Kudeta Mekkah, rezim Al-Saud dianggap tidak sah dan zalim terhadap umat Islam).

Joseph M. Humire, seorang analis keamanan nasional AS, mengidentifikasi tiga tahapan dalam rencana ekspansi pengaruh IRGC:

  1. Pengaruh budaya dan ekonomi.
  2. Dampak diplomatik.
  3. Penetrasi militer.

Ketiga tahapan ini bisa berjalan berurutan atau terkadang bersamaan. Untuk mendukung penetrasi ini, IRGC membentuk divisi-divisi legiun asing berdasarkan etnis, seperti Divisi Fatemiyoun (terdiri dari pejuang Syiah Afghanistan) dan Divisi Zaynabiyoun (pejuang Syiah Pakistan), serta mendukung proksi kuat seperti Hizbullah di Lebanon.

Ancaman Global dan Hubungan Paradoks

Dengan kapabilitas dan jangkauan operasinya, Amerika Serikat secara resmi melabeli IRGC sebagai organisasi teroris dan ancaman bagi dunia internasional. Kekuatan militer mereka semakin canggih berkat dukungan teknologi dari Rusia dan China, terutama dalam pengembangan program rudal dan nuklir.

Namun, di balik narasi permusuhan yang terbuka ini, ada hal yang paling mengejutkan: dugaan adanya hubungan gelap antara Amerika Serikat dan Iran yang tidak pernah ditunjukkan kepada publik. Seperti apa sebenarnya hubungan tersebut?

Avatar Fachri Syauqii

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Subscribe to our newsletter