Dari Kekunoan Hingga Kekinian

Prestise Generasi Muda Yang Menolak RUU TNI

Avatar Denisa Nabila

Banyak demonstran khususnya mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi rakyat terkait penolakan pengesahan RUU TNI (BACAMALANG.COM)

Demonstran geramnya memuncak setelah disahkannya RUU TNI! Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) bertujuan untuk memperkuat peran dan profesionalisme TNI dalam menjaga keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). RUU TNI merupakan upaya untuk merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Revisi ini bertujuan untuk menyelesaikan peran, tugas, dan fungsi TNI di negara. Namun, RUU TNI menjadi isu yang sangat kompleks dengan berbagai implikasi bagi keamanan dan hubungan antara sipil dan militer di Indonesia.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah angkatan bersenjata negara Indonesia yang memiliki tugas utama menjaga keamanan dan kedaulatan negara. Namun, isu mengenai RUU TNI menjadi perdebatan hangat di tengah masyarakat Indonesia. Salah satu kekhawatiran terbesar adalah kemungkinan kembalinya praktik militerisme seperti pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Pada masa itu, banyak terjadi pelanggaran HAM seperti penangkapan, penyiksaan, dan pembunuhan, serta banyak masyarakat yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

Generasi Muda, Mengamati Untuk Menolak

Para generasi muda menolak pengesahan RUU TNI karena berbagai kekhawatiran, salah satunya adalah kemungkinan kembalinya Dwifungsi ABRI. Dwifungsi ABRI adalah peran ganda TNI dalam bidang militer dan sosial politik. Masyarakat khawatir TNI akan mendapat posisi di institusi sipil yang tidak sesuai dengan bidang mereka. Hal ini berpotensi membuat warga sipil takut kehilangan jabatan dan merasa terancam apabila menentang keputusan militer.

TNI yang memiliki senjata dapat membuat masyarakat sipil kehilangan haknya dalam menyampaikan pendapat. Jika warga sipil menolak, mereka bisa menghadapi ancaman atau tindakan represif. Situasi ini menimbulkan ketakutan akan kembalinya era otoritarianisme, di mana kebebasan sipil terancam.

Banyak demonstran khususnya mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi rakyat terkait penolakan pengesahan RUU TNI. RUU ini disahkan pada 20 Maret 2025 dalam sebuah pertemuan tertutup di sebuah hotel. Proses pengesahan yang tidak transparan ini semakin memicu kritik dari berbagai kalangan. Demokrasi yang seharusnya menjadi dasar pemerintahan Indonesia justru dikhawatirkan terancam akibat praktik seperti ini.

Tidak semua aspek dalam RUU TNI salah, namun terdapat beberapa poin yang membuat masyarakat menolaknya. Beberapa poin utama dalam RUU TNI yang menjadi sorotan adalah:

  1. Jabatan di Lembaga Sipil: RUU ini mengatur kemungkinan anggota TNI menjabat di institusi sipil, yang dikhawatirkan dapat mengembalikan praktik militerisme di Indonesia.
  2. Usia Pensiun TNI: Ada perubahan terkait usia pensiun bagi anggota TNI, yang menjadi salah satu sorotan dalam revisi ini.
  3. Tugas Pokok TNI: RUU ini juga mengatur ulang tugas pokok TNI, yang dapat mempengaruhi peran mereka dalam konteks sipil.

Dampak Kembali ke Dwifungsi ABRI

Jika RUU TNI tidak ditolak, maka Indonesia berada di ambang kembalinya era Orde Baru. Era ini memiliki dampak besar terhadap politik, sosial, dan ekonomi di Indonesia. Dwifungsi ABRI memberikan peran besar kepada militer dalam pemerintahan, sehingga membatasi peran sipil dalam pengambilan keputusan. Hal ini memungkinkan militer untuk mengintervensi kegiatan sipil dan membatasi kebebasan berbicara serta berpolitik. Dampak dari dwifungsi ini antara lain seperti

Kehilangan kesempatan bagi masyarakat sipil dalam jenjang karir, karena jabatan sipil dapat diisi oleh prajurit TNI.Peningkatan tindakan represif dan kekerasan karena TNI memiliki kewenangan dan persenjataan yang dapat digunakan untuk menekan rakyat sipil.

Sebagai warga negara Indonesia, kita harus mendukung para demonstran mahasiswa yang turun ke jalan demi mendapatkan keadilan. Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga masalah seperti ini seharusnya dapat didiskusikan lebih lanjut. Sebagai masyarakat, bersikap kritis dan menolak kebijakan yang berpotensi membahayakan kebebasan sipil dirasa sangat perlu untuk mengembalikan demokrasi yang telah dicabik-cabik selama beberapa dekde ini.

Avatar Denisa Nabila

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Subscribe to our newsletter