Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia sesunguhnya menerima tentang asas-asas dari Pancasila. Nahdlatul Ulama (NU) selalu bersikap loyal terhadap Indonesia, dan dalam kondisi tertentu Nahdlatul Ulama berperan sebagai pembela yang gigih terhadap negara Indonesia.
Pada masa Orde Baru dinamika beragama berbeda dengan sekarang, Daniel Dhakidae menjelaskan bahwa pada masa pemerintahan Orde Baru, birokrasi pemerintah agresif dalam menjalankan sebuah intervensi ke dalam agama, masyarakat dalam hal ini bersifat menahan seruan dari pemerintah Orde Baru dalam beragama.
Meskipun secara umum Nahdlatul Ulama (NU) menerima Pancasila, akan tetapi disisi lain Pancasila yang dinaungi oleh rezim Orde Baru sangat bertolak belakang dengan Pancasila yang ada, sehingga menjadikan Nahdlatul Ulama (NU) pada masa pemerintahan Orde Baru berseberangan dengan ideologi Orde Baru.
Sikap anti demokrasi yang lebih menonjolkan isu kelompoknya yakni dari birokrasi pemerintahan Orde Baru selalu menjadi pembahasan dari rezim ini. Segala cara dilakukan oleh pemerintah Orde Baru untuk selalu melanjutkan dan mempengaruhi masyarakat. Bahkan Nahdlatul Ulama (NU) yang mendukung Pancasila pernah diklaim sebagai anti Pancasila karena beda cara pandang politik. Dakwah-dakwah yang dilakukan oleh kalangan Nahdlatul Ulama (NU) pada khususnya selalu menemui hambatan yang tidak lain dari rezim orde baru.
Strategiย ย Orba Membatasi Ruang Gerak
Pemerintah Orde Baru membuat sistem patrimonialisme di kehidupan masyarakat Indonesia, tapi apa itu patrimonialisme? Saya akan jelaskan perlahan.
Secara definisi patromonialisme adalah sebuah sistem yang didasarkan pada patronase atau lebih mudahnya hak istimewa yang diberikan pemerintah kepada bawahannya.
Tentu saja hal tersebut memiliki sebuah keuntungan bagi politik Orde Baru dalam mempertahankan ideologi kelompoknya khususnya dalam mengontrol ruang gerak masyarakat. Bukan hanya itu, pada masa Orde Baru patrimonalisme yang ada pada masa Orde Baru tidak hanya bersifat hard politic dengan sistem militer, akan tetapi juga soft politic ngeri banget pokok.
Target Patrimonialisme
Tapi apakah sistem patrimonialisme ini terjadi juga dalam kehidupan dimensi agama? Nampak jelas bahwa pemerintah Orde Baru โberusaha untuk melakukan sistem ini dalam kehidupan pesantrenโ.
Golongan Karya (Golkar) dalam beberapa sumber juga telah aktif dalam mempromosikan moderenitas sistem pendidikan Islam, seperti mendekati ruang-ruang pesantren tentunya untuk membatasi ruang gerak pesantren agar seperti yang pemerintah mau.
Dengan mendekati santri dan kiai, partai Golkar yang merupakan partai politik pemerintah membuat semacam janji dan memberikan sumbangan alokasi dana kepada pesantren
Akan tetapi di sini pemerintah memiliki maksud lain yakni membentuk suatu hegemoni atau pengaruh dan hal ini merupakan upaya pemerintah untuk mempertahankan hegemoni tersebut.
Seperti yang sudah disebutkan bahwa pemerintah Orde Baru melakukan suatu pengendalian terhadap umat Islam salah satu caranya dengan membentuk sistem patrimonial.
Mengapa saya melihat hal ini sebagai suatu bentuk Orde Baru dalam pembentukan patromonialisme? Hal ini karena pondok pesantren terlebih di desa memiliki jaringan masyarakat yang luas terlebih lagi pada masa itu pondok pesantren yang beraliran tarekat banyak ditemui lagi-lagi pemerintah ingin membatasi ruang gerak masyarakat.
Aliran tarekat ini terbukti loyal kepada pemimpinya dalam hal ini yakni kiai, ustaz, atau tokoh masyarakat. semua omongan dan nasehat dari kiai pasti akan dilakukan oleh masyarakat sebagai panutan. Maka dari itu penulis melihat bahwa hal tersebut merupakan gerakan upaya pemerintah untuk membentuk suatu sistem patromonialisme.
Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru masif dilakukan di Jawa Timur dan gerakan ini berimbas kepada menangnya Golkar di pemilu nasional tahun 1971.
Kemenangan Golkar di Jawa Timur merupakan penegasan di mana hegemoni Orde Baru terbentuk, hal yang dilakukan pemerintah membuat Golkar memperoleh suatu kemenangan dan merupakan suatu puncak penegasan suatu birokrasi Orde Baru atas kendali masyarakat. Salah satunya ialah Pondok pesantren Al-Miftah di Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta.
Orde Baru pada waktu itu seakan mengetahui di mana saja pondok pesantren yang memiliki aliran tarekat yang kuat, mungkin pemerintah orde baru sudah menyiapkan mata-mata di penghujung bumi Indonesia, sehingga demi menjalankan politiknya, pemerintah Orde Baru menaklukkan dulu pemimpin dari pondok pesantren dalam hal ini kiai.
Pondok pesantren Al-Miftah yang dinaungi oleh KHR. Ichsan Asyari pernah mendapatkan intervensi Golkarisasi. Akan tetapi KHR. Ichsan Asyari menolak dengan tegas intervensi tersebut. Dari pada masuk kedalam partai politik pemerintah yakni Golkar yang sudah menghianati Nahdlatul Ulama (NU), pondok pesantren Al-Miftah lebih condong ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Klise Peleburan Partai
Sebelum masa Orde Baru, Nahdlatul Ulama (NU) selain menjadi organisasi keagamaan juga menjadi partai politik yang bernama Nahdlatoel Oelama (NO). Akan tetapi setelah Orde Baru berkuasa terjadi difusi partai politik yang mana Nahdlatul Ulama dan partai Islam lain dipaksa melakukan fusi kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan difusi tersebut terjadi pada tahun 1973. Karena pada tahun 1971 ketika pemilu pertama Orde Baru partai Nahdlatul Ulama merupakan partai yang mejadi saingan terberat bagi organisasi yang disponsori oleh Golkar dengan demikian pada tahun 1973 terjadi penyempitan partai politik menjadi Golkar, PPP, dan PDI.
Dengan latar belakang tersebut menjadikan pondok pesantren Al-Miftah menolak keras terhadap Golkar dan bergabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP), terlebih lagi Martin van Bruinessen menyebutkan:
โ…NU merupakan sebuah gejala yang unik, tidak hanya di Indonesia tetapi barangkali di seluruh dunia Islam. Sebuah organisasi yang dikontrol oleh para ulama dan memiliki massa pengikut riil. Ia merupakan organisasi massa terbesar di negeri ini, dengan akarnya yang menancap kuat di kalangan penduduk (terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan), dengan kesetiaan pengikutnya yang sangat kuat. Organisasi ini, dibandingkan dengan organisasi lainya, lebih berhasil bertahan atas kebijakan depolitisasi yang dilancarkan pemerintah Orde Baru…โ
Pernyataan tersebut selaras dengan yang terjadi di pondok pesantren Al-Miftah, yang mana pondok pesantren ini menolak Golkar dan masuk ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Dengan dinamika yang terjadi pada masa Orde Baru ketika beragama, secara umum pemerintah melakukan intervensi yang kuat dengan menyusuri pondok-pondok yang beraliran tarekat, akan tetapi entah mengapa saya masih belum banyak menemukan sumber lain, yang terjadi di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah tidak seperti yang terjadi di Jawa Timur.
Tinggalkan Balasan