Belum lama Indonesia di landa dengan kecemasan dengan persoalan โgas melonโ, kini telah hadir tamparan baru persoalan korupsi Pertamina (BBM Oplosan). Tidak main-main kerugian negara mencapai 193,7 T sebagai hasil โKong kali kongโ mereka yang katanya peduli rakyat itu. Pencapaian ini menjadi prestasi yang semakin mengukuhkan Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di dunia.ย
Dilansir dari cnnindonesia.com setidaknya telah ada 7 tersangka yang ditetapkan oleh Kejagung (Kejaksaan Agung) terdiri dari empat orang pegawai Pertamina dan tiga orang pihak swasta per 26 Februari 2025 ini. Tempo.co menyebutkan bahwa empat petinggi Pertamina tersebut yakni Riva Siahan, Yoki Firnandi, Dinar Saifuddin, dan Agus Purwono. Tiga tersangka lain yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa), Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim), dan Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak).
BBM Oplosan dan kepercayaan yang tergerus
Terkuaknya korupsi di PT Pertamina ini membuka beberapa fakta yang cukup mengejutkan, mulai dari dugaan penjualan (ekspor) minyak lokal yang seharunya menjadi prioritas utama suplai kebutuhan dalam negeri, manipulasi impor minyak, hingga yang paling penting adalah tentang Pertamax oplosan (BBM Oplosan). Sangat miris melihat perilaku korupsi semacam ini.
Hal ini sangat mencederai nilai moral bangsa Indonesia apa lagi katanya Indonesia sangat menjunjung tinggi โnilai-nilai ketimuranโ yang sangat dekat dengan sopan santun dan kejujuran. Beberapa waktu yang lalu, Saya mengamati cukup banyak antrean yang memanjang di jalur pembelian Pertamax di SPBU Pertamina (beberapa wilayah SPBU di Palembang), yang mengantre tidak hanya mobil-mobil mewah, bahkan ada juga mobil membawa sayur, pegawai dengan seragam dinasnya, bapak-bapak dengan anaknya yang memakai seragam SD (tampaknya sedang mengantar anaknya sekolah).
Mereka semua sama-sama mengantre pada jalur โBBM Biruโ. Saya tidak tahu apa alasan setiap orang yang mengantre secara pasti, apakah mereka hanya ingin cepat (sebab biasanya Jalur Pertamax itu sepi antrean) atau memang ada niatan untuk tidak mengambil jatah subsidi bagi mereka yang lebih memerlukan.
Pembakaran kepercayaan publik
Jika alasan mereka adalah pada poin ke dua, saya membayangkan betapa kecewanya hati mereka yang dengan tulus mungkin tidak ingin mengambil bagian subsidi dari yang lain ternyata di โkibuliโ. Jiwa Nasionalisme mereka ternodai, yang semula dapat membantu para saudara, ternyata uang mereka masuk ke dompet tikus-tikus negara.
Pertanyaannya adalah siapa yang paling merasa di โkibuliโ dari kasus korupsi ini? Mungkin kita perlu bertanya kepada mereka-mereka yang hingga saat ini tetap membeli BBM Pertamax meski gaji mereka tak sebesar dan tak sebanyak elite Pertamina.
Selain itu, fenomena menarik yang sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun terakhir yakni gairah satire semakin meluas di media sosial. Berbagai kalangan memulai aksinya dengan mencuit komentar-komentarnya. Misalnya pada salah satu komentar menyebut:
โini rekap klasemen sementara ya guys, ayok instansi lain mana nihโ
โLKI (Liga Korupsi Indonesia) dengan kasus Pertamina ini sebagai peringkat kedua, sedangkan peringkat pertama masih di pegang oleh korupsi timah,โ.
Meningkatnya selera humor dan satire yang berkembang di media sosial tersebut menunjukkan sangat dalamnya kekecewaan yang dirasakan oleh masyarakat. Satire tersebut hadir sebagai obat penenang sementara yang sewaktu-waktu dan bahkan mungkin dalam waktu dekat akan berubah bentuk menjadi gerakan yang lebih masif.
Bensin curang, rakyat meradang
Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana wajah pemerintah Indonesia sudah mulai membekas dalam alam bawah sadar mereka. Kepercayaan publik semakin menurun, mungkin sampai rendahnya tidak lagi kecil bahkan mungkin minus. Tapi yang lebih membuat saya agak tertawa ringan bahwa alih-alih mengakui kesalahan dan kebobrokannya, beberapa tetap mencoba memberikan rasa optimis yang konyol. Pihak Pertamina mencoba menjelaskan bahwa tidak ada distribusi Pertamax oplos yang tersebar, semuanya sudah melalui tahap pengecekan yang ketat.
Memang tampaknya moral tidak lagi diperlukan saat ini, yang penting cuan dan kedudukan. Bagian yang selalu mengganggu pikiran kita adalah bagaimana dengan semangat reformasi yang mencita-citakan negara bersih tanpa korupsi. Miris melihat gonjang-ganjing pemberitaan korupsi selalu dimuat di kolom-kolom media, selalu menjadi isu hangat setiap tahunnya di Indonesia. Sedangkan di sisi lain kehidupan masyarakat masih berdesak sesak mencari kehidupan. Kita ada dimasa dimana kejahatan dilakukan secara terstruktur dan terarah, dipaksa selalu legowo.
Pada sesi akhir ini, mungkin kita bisa kembali merefleksikan keadaan Indonesia hari-hari ini. Cerminan dan angan tentang keadaan yang lebih baik tampaknya masih sangat jauh. Korupsi di Indonesia menjadi persoalan besar yang telah ada sejak lama, semakin lama maka akan semakin melekat. Ibaratkan kotoran yang terus menerus menumpuk dan melekat sehingga kulit asli tidak lagi terlihat.
Saya mengingat pernyataan dari Gus Dur โBangsa ini penakut karena tidak berani dan tidak mau bertindak kepada mereka yang bersalahโ atau juga membayangkan mungkin akan banyak sekali istilah โenak jaman ku tohโ bertebaran muncul di berbagai tempat yang erat kaitannya dengan era Suharto.
Apakah keadaan ini menjadi titik terang untuk keadaan Indonesia yang lebih baik, atau justru akan menjadi awal dari terbukanya berbagai permasalahan baru? Apa pun dan bagaimana pun keadaan di masa depan, kita harus yakin Indonesia sedang mengukir sejarahnya sendiri.
Tinggalkan Balasan