Pada bulan Maret ini ternyata menjadi bulan disahkannya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Memang agak tidak biasa untuk memperingati Hari Ulang Tahun suatu Undang-Undang, namun kalau kita ingat bahwa Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini sangat penting artinya bagi kehidupan rakyat In- donesia, cukup wajarlah kalau kita ingat.
Tindak pidana korupsi bagi rakyat Indonesia merupakan suatu perbuatan melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri-sendiri atau orang lain atau suatu badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau diketahui bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebenarnya lebih akrab dikenal dengan sebutan “Undang-Undang No. 3 Tahun 1971” disahkan menjadi Undang-Undang tepat pada 29 Maret 1971.
Undang-Undang itu merupakan hasil kerja pemerintah ketika itu, yang Rancangan Undang-Undangnya disampaikan oleh pemerintah dengan Amanat Presiden pada pertengahan Agustus 1970 kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dan diberi keterangan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia yakni Prof.
Oemar Senoadji S.H atas nama pemerintah dalam Sidang Pleno Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 28 Agustus 1970, dan telah disetujui serta disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Waktu antara Rencana Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diumumkan dan pengesahannya, banyak menuai saran dan kritik dalam pembahasannya, tidak hanya oleh wakil- wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi juga di kalangan masyarakat luas.
Akhirnya berbagai pendapat itu sampai pada titik pertemuan, dan lahirlah Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah lama dinanti-nantikan.
Jalan yang menuju perwujudan Undang-Undang ini pun cukup panjang dan rumit. Kalau kita lihat bahwa usaha-usaha yang dilakukan pemerintah waktu itu, dengan melakukan penyusunan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini sudah dimulai sejak tahun 1960, maka masa mempersiapkannya itu terasa sudah cukup lama.
Tetapi tidak bisa dipungkiri, bahwa usaha memperoleh kesatuan pendapat kearah terciptanya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu sendiri memakan waktu yang tidak sedikit. Hal ini tentu menarik untuk kita lihat perjalanannya dalam sejarah bangsa Indonesia sendiri.
Merubah Undang-Undang No 24 Prp Tahun 1960
Kelahiran Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada tanggal 29 Maret 1971 dilatar-belakangi oleh suatu keadaan, dimana ketajaman pandangan masyarakat waktu itu melihat bahwa dalam rangka penyelamatan keuangan dan perekonomian negara untuk terlaksananya program pembangunan nasional orde baru, ternyata kondisi Undang-Undang anti korupsi lahir lebih dahulu yaitu Undang-Undang No.24 Prp Tahun 1960 tentang “Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsiโ untuk menyapu bersih korupsi di Indonesia, banyak mengandung kelemahan yang nota bene telah membuat banyak peluang untuk lolosnya para koruptor.
Kurang efektifnya Undang-Undang anti korupsi tahun 1960 ini membuat masyarakat luas mendesak pemerintah kembali untuk menggantikannya dengan Undang-Undang baru tentang pemberantasan korupsi yang meliputi ketentuan-ketentuan tentang pengusutan, penuntutan, dan pemeriksaan tindak pidana korupsi.
Jika kita membaca kembali Penjelasan Umum Undang-Undang No.3 Tahun 1971 yang merupakan penjelasan resmi yang lebih dahulu harus dipegang oleh setiap pelaksana sebelum keluar dari tafsiran yang mungkin dianggap perlu diberikan karena tidak ditemukan dalam Undang-Undang beserta penjelasannya.
Disana jelas dengan melakukan perbandingan antara Undang-Undang No.24 Prp Tahun 1960 dengan Undang-Undang No.3 Tahun 1971 ini misalnya poin yang berbunyi “Dengan perumusan tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang No 3 Tahun 1971 ini yaitu No.24 Prp Tahun 1960.
Banyak perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara serta pelaksanaan pembangunan nasional, yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana, tidak dapat dipidana karena perumusan-perumusan tersebut men-syaratkan bagi tindak pidana korupsi adanya suatu kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan”.
Dikatakan selanjutnya bahwa: “Dalam kenyataan banyak perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, tidak selamanya didahului oleh suatu kejahatan atau pelanggaran. Perbuatan-perbuatan tersebut yang sesungguhnya bersifat koruptif, tidak dapat dipidana berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 1960, oleh karena tidak termasuk dalam perumusan tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang tersebut”.
Tinggalkan Balasan