Dari Kekunoan Hingga Kekinian

Refleksi Quarter Life Crisis dalam Lagu “everything u are”- Hindia

Avatar Dafid Ibrahim

“everything u are” adalah bagian dari mixtape Doves, ’25 on Blank Canvas yang dirilis pada 24 Februari 2025 (Admin)

Makna Lagu Hindia rasanya memang selalu tepat sasaran khususnya bagi Gen Z. Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, generasi muda kerap merasa terjebak dalam fase transisi yang membingungkan usia dewasa muda, sekitar 20 hingga awal 30-an tahun. Pada usia ini, banyak individu mengalami kegelisahan, ketidakpastian, dan pencarian jati diri yang intens. Fenomena ini dikenal sebagai Quarter Life Crisis (QLC). Dalam konteks ini, lagu “everything u are” oleh Hindia menjadi lebih dari sekadar karya seni, ia adalah refleksi emosional, sosial, dan linguistik yang merepresentasikan fase psikologis tersebut.

Lagu sebagai Cermin Psikis dan Linguistik

“everything u are” adalah bagian dari mixtape Doves, ’25 on Blank Canvas yang dirilis pada 24 Februari 2025. Lirik lagu ini kaya akan nuansa emosi yang halus namun dalam. Melalui pendekatan psikolinguistik, kita dapat menganalisis bagaimana penggunaan bahasa dalam lagu ini mencerminkan kondisi kognitif dan emosional seseorang yang sedang berada dalam QLC. Psikolinguistik, sebagai cabang ilmu yang mengkaji hubungan antara bahasa dan proses mental, memberi kita kerangka untuk memahami bagaimana lirik dapat mencerminkan kegelisahan, harapan, hingga penerimaan diri.

Salah satu baris yang paling mencolok adalah:

“Got beat down by the world, sometimes I wanna fold”

Baris ini tidak hanya menyampaikan perasaan tertekan, tetapi juga mengungkapkan kelelahan mental yang kerap dirasakan oleh individu yang sedang menghadapi tuntutan hidup. Pemilihan kata “fold” menjadi simbol dari keinginan menyerah, kehancuran mental, dan krisis eksistensial. Ini adalah representasi dari fase pertama dalam QLC menurut Oliver Robinson, yaitu merasa terjebak dalam situasi yang tidak diinginkan.

Bahasa sebagai Terapi: Proses Katarsis dalam Lirik

Bahasa yang digunakan Hindia dalam lagu ini juga menunjukkan fungsi terapeutik. Dalam psikolinguistik, dikenal konsep bahwa bahasa dapat menjadi alat penyembuhan emosional. Lirik seperti:

“Namun suratmu kan kuceritakan ke anak-anakku nanti, bahwa aku pernah dicintai with everything you are”

Pada lirik tersebut mengindikasikan pencapaian makna personal dan penerimaan terhadap diri sendiri. Ini adalah tahapan keempat dalam model QLC yaitu hidup dengan komitmen baru. Bahasa menjadi sarana untuk menyusun kembali narasi hidup, dan Hindia melakukannya dengan bahasa yang lembut, reflektif, dan penuh makna. Ia tidak hanya mengungkapkan rasa dicintai, tetapi juga keinginan untuk mengabadikan pengalaman tersebut sebagai bagian dari identitas masa depan.

Hal ini mencerminkan bagaimana memori linguistik terbentuk dan berfungsi dalam pemaknaan hidup. Penelitian dalam psikolinguistik menunjukkan bahwa bahasa yang menyentuh aspek afektif seseorang dapat memperkuat ingatan emosional dan membangun narasi diri yang lebih stabil. Lagu ini menjadi tempat di mana pengalaman traumatis dan perasaan cinta saling menjalin menjadi makna yang utuh.

Simbolisme dan Dualitas Bahasa

Lirik “everything u are” juga mencerminkan kompleksitas identitas melalui penggunaan dualitas bahasa: campuran antara bahasa Indonesia dan Inggris. Dalam lagu ini, Hindia tidak hanya berbicara kepada dirinya sendiri, tetapi juga kepada audiens yang memiliki latar belakang urban, bilingual, dan terbiasa dengan perpaduan budaya lokal dan global. Ini adalah ciri khas generasi muda Indonesia saat ini.

Penggunaan bahasa Inggris seperti “Fully as I am, with everything you are” berfungsi sebagai bentuk ekspresi global yang mungkin tidak setajam jika diungkapkan dalam bahasa Indonesia. Namun, penyisipan baris-baris berbahasa Indonesia tetap menjaga kedekatan emosional dan lokalitas. Ini mendukung gagasan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga penanda identitas sosial dan emosional.

BACA JUGA:

Gen Z Galau, Orang Tua Panik!

Lagu sebagai Ruang Sosial dan Kolektif

Yang membuat lagu ini istimewa adalah dampaknya terhadap pendengar. Di media sosial dan kolom komentar YouTube, banyak pendengar yang mengungkapkan pengalaman pribadi mereka setelah mendengarkan lagu ini. Ada yang mengaku merasa “diselamatkan”, ada yang menyebut lagu ini sebagai “pengingat bahwa aku pernah dicintai”, dan tidak sedikit pula yang menganggap lagu ini sebagai pelipur lara ketika mengalami kehilangan atau patah hati.

Secara psikolinguistik, hal ini menunjukkan bahwa bahasa dalam lagu memiliki kemampuan membentuk resonansi kolektif. Lirik yang bersifat personal justru menjadi lebih universal karena menyentuh pengalaman bersamaโ€”yakni QLC. Musik, dalam hal ini, berfungsi sebagai medium komunikasi batin yang menjangkau lebih dari sekadar makna literal. Ia masuk ke wilayah perasaan, trauma, dan harapan.

Lagu โ€œDuniawiโ€ Rumah Sakit, Sebagai Representasi Pikiran Orang Dewasa

Bahasa, Musik, dan Kesehatan Mental

Melalui analisis psikolinguistik terhadap lagu “everything u are”, kita bisa memahami bahwa bahasa dalam lirik bukan sekadar estetika, melainkan juga ekspresi psikologis yang sangat dalam. Lagu ini mencerminkan berbagai fase Quarter Life Crisis dan menunjukkan bagaimana bahasa bisa menjadi jembatan antara perasaan dan pemahaman diri.

Bagi para pendengar dewasa muda yang sedang mengalami krisis eksistensial, lagu ini menjadi bentuk validasi yang tidak menghakimi. Ia berkata bahwa merasa hancur itu manusiawi, dan bahwa dicintai dengan segala kekurangan adalah hal yang mungkin.

Dengan begitu, “everything u are” bukan hanya lagu. Ia adalah ruang aman, terapi emosional, dan pengingat bahwa bahasa memiliki kekuatan untuk menyembuhkan, menghubungkan, dan membebaskan kita dari sunyi yang panjang.

Avatar Dafid Ibrahim

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Subscribe to our newsletter