Tulisan ini melanjutkan pembahasan dari tulisan sebelumnya mengenai perkembangan musik selama masa Daulah Bani Abbasiyah. Perkembangan musik dalam sejarah Islam tercatat dalam Kitab al-Aghani yang memuat berbagai lagu, instrumen, serta para musisi. Dalam karya Dwight F. Reynolds, berjudul Medieval Arab: Music and Musicians, tercatat bahwa Kitab Al-Aghani merupakan karya Abu Faraj Al-Isbahani yang memuat berbagai seni musik Arab dari masa Jahiliyah. Proses penulisan kitab tersebut disusun selama masa kepemimpinan khalifah Harun Ar-Rasyid. Kitab tersebut memuat berbagai judul lagu yang berjumlah belasan ribu.
Era Daulah Bani Abbasiyah menandakan perkembangan musik di dunia Islam dengan membawa berbagai pengaruh budaya dari luar, seperti Persia dan Turki. Syair dan musik banyak digubah oleh para musisi, biasanya memberikan pujian atau lantunan hiburan kepada para penguasa. Musik bahkan menjadi alat legitimasi bagi kepemimpinan sultan untuk mempertahankan maupun memberikan semangat perjuangan di medan perang.
Berbagai penelitian mengenai seni musik Islam banyak dikaji, salah satunya adalah Jonas Otterbeck. Ia membuat pemisahan mana batas musik yang diperbolehkan dalam Islam dan yang tidak boleh setelah melihat berbagai sudut pandang para ahli fiqih. Pada bagian yang halal termasuk Qiraโa, Azan, Talbiyya, Tabl Khana, Naโt, Tahmid. Sementara yang masuk kategori haram adalah Muwashsha, Dawr, Tasnif (genre musik ini memiliki instrumen yang dalam tradisi Arab mengandung unsur romantis dengan sepasang kekasih, termasuk musik yang merangsang atau erotis). Namun, ada satu bagian lagi yang masih kontroversi apakah diperbolehkan atau tidak, yaitu qasida, taqsim, dan layali.
Sementara para sufi meretas pakem tersebut dengan tidak memberikan pemahaman yang kaku terhadap musik seperti halnya para ahli fikih. Musik menjadi sarana bagi para sufi untuk membuka gerbang emosional antara sang Khaliq dengan makhluknya. Bahkan untuk memasuki tahap transendental kepada sang ilahi, alunan nada dan bait syair kadang bisa tercipta.
Musik ketika dimasukkan ke dalam dimensi Islam, selalu diidentikkan dengan dunia Arab. Genre musiknya pun terbilang memiliki cengkok nada yang khas dan unik, seperti penyanyi Nancy Ajram dan Yasmine Ali. Namun karena genre yang mereka bawakan cenderung duniawi, banyak pengamat musik memberi perbedaan bahwa musik bernuansa Islam harus mengagungkan Allah atau pun senandung shalawat kepada Nabi Muhammad. Tidak sedikit pula yang memainkan alat musik seperti Tohpati dengan lihai memainkan senar gitarnya membawakan instrumen shalawat jibril.
Adapun alat musik tradisional Arab yang masih banyak dimainkan hingga saat ini yaitu sebagai berikut:
- Oud (Gambus)

Alat musik Oud berbentuk seperti buah pir. Cekungan pada bagiannya menjadi ciri khas dan memiliki suara yang unik. Oud juga berkembang di berbagai daerah, seperti Persia, Turki, Azerbaijan dan Afrika. Untuk memilikinya kita harus merogoh kocek yang lumayan besar dikarenakan alat musik ini menggunakan kayu pilihan. Alat musik ini telah melalui perjalanan silang budaya, terutama selama Perang Salib, antara Timur dan Barat. Alfonso X dari Castilia sangat mengagumi alat musik satu ini.
- Rabab

Sekilas Rabab terlihat seperti biola. Ya, alat musik ini memang dimainkan dengan cara digesek. Rabab adalah alat musik yang telah ada abad ke-8 M. Alat musik ini mulai dikenal pada masa Daulah Bani Umayyah kedua yang berada di Andalusia. Al Farabi bahkan mencatat alat musik ini ke dalam karyanya yang berjudul Al Musiqi Al Kabir. Kordoba yang menjadi pusat ibu kota pemerintahan Islam, menjadi saksi bahwa perkembangan musik begitu pesat hingga para pelajar Eropa mengadopsinya menjadi biola modern yang saat ini.
- Qanoon

Secara harfiah, Qanun diartikan sebagai hukum, alih-alih menghukum mereka yang bermain musik, alat musik Qanun justru menjadi penentu letak nada musik, sehingga dari penentu itu disebut sebagai hukum. Alat musik ini merupakan turunan dari harpa Mesir Kuno. Penyebaran alat musik ini ke daerah Turki sekitar abad ke-15. Alat musik ini banyak dimainkan oleh para Sultan Turki Ottoman, yaitu Sultan Mahmud II. Saat ini, alat musik ini sangat populer di daerah Suriah dan Istanbul.
- Nay

Dunia arab menyebut alat musik Nay dengan โQasabaโ. Sama seperti Qanun, alat musik Nay juga berasal dari Mesir. Nay menjadi alat musik tradisional yang banyak dipakai berbagai masyarakat Mesir, Arab, Turki, Persia, hingga Yahudi. Pembuatan dan perawatannya pun terbilang cukup sulit. Nay terbuat dari buluh yang bagus agar mendapatkan kualitas suara yang baik. penyimpanannya pun tidak sembarangan agar mencegah kerusakan dan pertumbuhan jamur.
- Buzuq

Buzuq merupakan alat musik tradisional yang banyak dimainkan di daerah Lebanon, Palestina, Yordania, Turki, dan Suriah. Bentuk alat musik ini hampir mirip dengan oud, namun yang membedakannya adalah bagian leher (kunci nada) lebih panjang. Alat musik ini masih banyak digandrungi untuk mengiringi berbagai genre lagu, salah satunya lagu pop Arab.
Tinggalkan Balasan