Dari Kekunoan Hingga Kekinian

Ironi Arah Peradaban Islam Modern

Avatar Nasir Mf

Tauhid adalah lensa utama dalam memandang kehidupan (Islamic Wisdom)

Di tengah geliat perkembangan teknologi yang kian mencengangkan, umat Islam justru menghadapi tantangan yang jauh lebih esensial: kehilangan arah dalam memaknai modernitas. Kita hidup di era society 5.0, sebuah zaman di mana kehidupan fisik dan maya saling menyatu. Tapi, di tengah kecanggihan itu, ruh spiritual umat perlahan memudar. Segala hal, dari pendidikan, ekonomi, hingga sosial politik, masih berkiblat pada model Barat, yang dalam banyak sisi justru dibangun di atas fondasi sekularisme bahkan ateisme.

Ironisnya, umat Islam yang pernah berdiri sebagai pionir dalam ilmu pengetahuan kini justru menjadi pengekor. Dulu, di masa kejayaan peradaban Islam, ilmu dan iman saling menguatkan. Kini, keduanya kerap dipertentangkan. Barat maju karena mengembangkan akalnya, sedangkan umat Islam justru mundur karena meninggalkan nilai-nilai ketauhidan yang menjadi ruh dari setiap langkah historisnya. Lebih menyedihkan lagi, krisis ini tak hanya disebabkan oleh gempuran eksternal, melainkan juga karena internal umat Islam sendiri yang tercerabut dari sumber keimanannya.

Tauhid: Landasan Hidup, Bukan Sekadar Doktri

Dalam tradisi Islam, tauhid bukan sekadar klaim kepercayaan bahwa Allah itu Esa. Tauhid adalah lensa utama dalam memandang kehidupan. Ia menjadi pusat gravitasi seluruh dimensi eksistensi manusia spiritual, intelektual, sosial, hingga ekologis. Dengan tauhid, manusia bukan hanya menyembah Tuhan secara ritual, tapi juga hidup dalam kesadaran bahwa seluruh realitas ini tunduk pada satu kebenaran mutlak.

Keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, dan takdir bukanlah sekadar komponen doktrinal. Ia adalah peta hidup yang menjadikan manusia merdeka. Sebab, hanya dengan bertumpu pada kebenaran absolut, manusia bisa bebas dari perbudakan ideologi dan sistem nilai yang menyimpang. Tauhid adalah pembebasan dari tunduk kepada sesama manusia, dari eksploitasi sistem kapitalisme, dari hedonisme, dari logika kekuasaan yang semu.

Tauhid juga melahirkan keikhlasan dan keberanian. Seorang yang mentauhidkan Tuhan akan merasa tenang dalam menjalani hidup, sebab ia tak tergantung pada validasi dunia. Ia bebas dari ketakutan berlebih terhadap dunia, sebab tempat bergantungnya hanya pada Zat Yang Maha Kuasa.

Menjadi Modern Tanpa Kehilangan Akal

Banyak orang keliru memaknai modernitas sebagai pembebasan dari agama. Padahal, menjadi modern bukan berarti menanggalkan iman, melainkan memaknai ulang iman dalam konteks zaman. Modernitas adalah soal cara berpikir dan bertindak yang selaras dengan tuntutan era, namun tetap berpijak pada nilai-nilai ilahiah yang tak berubah.

Dalam pandangan Islam, kebenaran ilmiah tidak bertentangan dengan wahyu selama ia tak menyalahi fitrah. Ilmu dalam Islam bukan sekadar alat eksplorasi dunia, tapi juga jembatan menuju pengenalan terhadap Tuhan. Otak manusia adalah ciptaan yang luar biasa, dan penggunaannya untuk menggali ilmu adalah ibadah selama diarahkan pada kemaslahatan dan kebenaran.

Kritik terhadap modernitas hari ini bukan berarti menolak teknologi atau globalisasi. Yang dikritik adalah pemutusan makna hidup dari sumber-sumber spiritualitas. Ilmu tanpa iman menghasilkan kehampaan, dan kemajuan tanpa moral hanya melahirkan kehancuran. Maka, menjadi modern seharusnya tak membuat kita kehilangan tauhid, justru memperkuatnya sebagai kompas utama dalam menavigasi kompleksitas zaman.

Tauhid, Manusia, dan Alam: Satu Kesatuan Harmonis

Salah satu keunggulan besar dalam pandangan dunia Islam adalah bagaimana ia meletakkan hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam sebagai satu kesatuan. Tidak ada antagonisme. Semua saling terhubung, saling menopang, dan sama-sama tunduk pada kehendak ilahi.

Manusia tidak bisa hidup tanpa alam, dan alam tak akan lestari tanpa manusia yang bijak. Dalam pandangan ini, alam bukan sekadar sumber daya, tapi juga mitra spiritual. Ia adalah โ€˜ayatโ€™ atau tanda-tanda Tuhan. Merusak lingkungan bukan sekadar masalah ekologi, tetapi juga pelanggaran teologis. Maka menjaga alam adalah bagian dari ketundukan kepada Allah.

Tauhid menumbuhkan kesadaran ekologis. Ia mendorong manusia untuk hidup selaras dengan hukum Tuhan, baik dalam interaksi sosial maupun dalam relasi dengan bumi. Toshihiko Izutsu, seorang pemikir spiritual dari Jepang, menggambarkan hubungan Tuhan manusia dan alam sebagai segitiga sakral yang saling mencerminkan dan menyempurnakan.

Menjadikan Tauhid sebagai Poros Peradaban

Peradaban bukan sekadar soal teknologi, infrastruktur, atau kemajuan ekonomi. Ia soal nilai, arah, dan tujuan hidup. Maka tidak ada peradaban yang benar-benar agung jika tak berpijak pada prinsip tauhid. Tauhid adalah sumber etika, energi spiritual, dan orientasi tujuan manusia. Tanpa itu, peradaban akan meluncur cepat menuju kehampaan.

Di zaman ini, tantangan terbesar bukan sekadar kemiskinan atau ketertinggalan teknologi, melainkan krisis makna. Umat manusia haus pada kebenaran, namun banyak yang tersesat pada jalan-jalan palsu. Islam, dengan nilai-nilai tauhidnya, mampu menjadi mercusuar peradaban baru yang menyatukan ilmu, iman, dan tindakan.

Maka sudah saatnya umat Islam kembali menanamkan tauhid sebagai dasar kehidupan modernitas Islam. Bukan hanya di masjid, tapi juga di ruang kelas, ruang publik, dunia kerja, dan bahkan dalam pengambilan kebijakan. Tauhid harus menjadi fondasi berpikir dan bertindak. Ia bukan milik kiai saja, tapi harus menjadi milik setiap intelektual, aktivis, teknokrat, dan pemimpin umat.

BACA JUGA: Abu Hasan Al-Shushtari: Bangkitnya Sufisme di Tengah Runtuhnya Kekuatan Umat Islam

Revolusi Spiritual di Era Disrupsi

Di tengah arus perubahan yang cepat dan tak terduga, kita membutuhkan sesuatu yang stabil. Itulah tauhid poros yang tak tergoyahkan. Islam tidak anti modernitas, tapi Islam menolak modernitas yang kehilangan Tuhan. Tauhid bukan kendala bagi kemajuan, tapi arah bagi kemajuan itu sendiri.

Kini saatnya membangun kembali fondasi peradaban dari titik awal: kesadaran akan keesaan Tuhan. Dari situlah akan lahir manusia yang merdeka, ilmu yang membebaskan, dan peradaban yang memuliakan. Kembalilah ke tauhid, dan dari sanalah kita bisa memulai lompatan sejarah baru.

Avatar Nasir Mf

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *




Subscribe to our newsletter