Akademisi, khususnya mahasiswa, seharusnya melihat lingkungan sekitar untuk mengevaluasi dampak perubahan di kehidupan yang serba digital ini. Di zaman sekarang, informasi mampu diakses secara mudah. Dengan posisi dan penguasaan teknologi yang masif, seharusnya akademisi dapat membantu khalayak umum untuk mengetahui identitas lokal sebagai bentuk cinta terhadap Indonesia.
Eksistensi budaya lokal terkadang memang muncul, tetapi hanya sedikit masyarakat yang paham terhadap peninggalan leluhur tersebut. Masyarakat yang tidak mengenal budayanya, dalam jangka waktu ke depan, dapat mengalami pengikisan jati diri dan memicu krisis identitas. Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, perlu adanya langkah pencegahan dan edukasi untuk membimbing masyarakat dalam mengenal peninggalan budaya leluhur.
Jember adalah salah satu contoh kasus keberadaan terhadap peninggalan yang sering tidak terjamah bagi akademisi, padahal beberapa dari peninggalan tersebut menunjukan potensi untuk diteliti. Peninggalan tersebut memuat Candi Deres yang terletak di kecamatan Gumuk Mas.
Masyarakat mengetahui bahwa terdapat peninggalan bersejarah. akan tetapi, sangat jarang untuk menyempatkan meneliti bangunan kuno tersebut. Sejarawan muda khususnya di Jember mampu mengupayakan dan berkontribusi agar potensi kebudayaan dikenal khalayak umum.
Misi mahasiswa khusus nya para calon pegiat budaya megusahakan untuk memperkenalkan dalam lingkup lokal. Edukasi terhadap masyarakat sangat dibutuhkan agar di masa yang akan datang, jika menemukan benda bersejarah masyarakat ikut berkontriusi dalam mengenmangankan kebudayaan khusus nya di Jember.
Gaza Tri Ramdhani sebagai mahasiswa sejarah di Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq sekaligus anggota dari Yayasan Studi Sejarah dan Kebudayaan Kulit Pohon mempunyai keinginan besar untuk mengupayakan kesadaran terhadap budaya dalam masyarakat secara luas. Kelas aksara sebagai media awal dapat memberi peluang dalam mengetahui kebudayaan kuno melalui aksara Kawi.
Perdana mahasiswa seperti Gaza dapat berkolaborasi bersama ahli Epigraf terkenal dari Malang bapak Ismail Lutfi. Langkah ini menciptakan peluang diranah akademisi untuk terus mengedukasi masyarakat. Sejarawan muda yang peduli terhadap lingkungan sekitar mampu berkolaborasi dengan banyak stake holder, seperti BPKW XI (Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah) Jawa Timur, Yayasan Studi Sejarah Kulit Pohon dan Lingkar Studi Murtasyo. Membuat acara kepenulisan aksara kuno dapat menginspirasi banyak orang.
Peran tersebut membuat Gaza dan mahasiswa lain nya memperoleh manfaat berupa pengetahuan kebudayaan lokal, serta membantu dalam kegiatan selinear dengan pendidikan di Universitas. Narasumber acara tersebut pun turut dihadirkan oleh ahli pada kajian tersebut. Bapak Ismail Lutfi dengan latar belakang pendidikan mumpuni pada bidang nya juga turut memeriahkan pengetahuan untuk masyrakat Jember.
BACA JUGA: Desa Badean Tempo Dulu: Potret Sejarah, Alam, dan Perkebunan yang Membentuk Identitasnya
Pengetahuan nya terhadap potensi kebudayan lokal menjadikan Ia sebagai mediator dalam melihat kebudayaan Jember.ย Kehadiran Ismail Lutfi diharapkan mampu memberikan gambaran luas mengenai bagaimana aksara dan epigrafi dapat menjadi pintu masuk untuk memahami sejarah lokal. Melalui pengalamannya, ia akan membagikan wawasan tentang pentingnya aksara Kawi sebagai identitas budaya yang tidak hanya bernilai akademis, tetapi juga menjadi fondasi penguatan karakter masyarakat.
Gazza Tri Ramdhani menegaskan bahwa kegiatan Kelas Aksara: Mangadahayayaksara ini bukan sekadar agenda seremonial, melainkan langkah awal membangun kesadaran kolektif. โKami ingin masyarakat Jember menyadari bahwa mereka memiliki warisan besar yang tidak boleh diabaikan.
Kehadiran Drs. Ismail Lutfi,M.A menjadi momentum penting untuk membuka mata publik,โ ujarnya. Rencananya, acara akan melibatkan mahasiswa lintas jurusan, pemerhati budaya, serta pejabat kebudayaan setempat. Dengan dukungan BPKW XI Jawa Timur, kegiatan ini ditargetkan menjadi wadah edukasi yang bermanfaat, sekaligus memperkuat jejaring akademik antara UIN KHAS Jember dan Universitas Malang.
Dengan berbagai persiapan matang yang telah dilakukan, Kelas Aksara diharapkan menjadi ruang belajar bersama bagi masyarakat Jember, agar lebih dekat dengan kebudayaan leluhur dan mampu menjadikannya sebagai kekuatan identitas daerah.
Tinggalkan Balasan