Denys Lombard adalah seorang sejarawan terkemuka asal Prancis yang mengajar sejarah Asia Tenggara dan meneliti kebudayaan Indonesia selama lebih dari tiga dekade. Dalam mahakaryanya, sebuah trilogi berjudul Le Carrefour Javanais (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Nusa Jawa: Silang Budaya), Lombard menerapkan pendekatan yang ia sebut sebagai “geologi budaya”. Ia menggali lapisan-lapisan kebudayaan Jawa, dari yang tampak hingga yang tersembunyi, untuk memahami proses akulturasi antara Jawa dengan peradaban besar seperti India, Cina, Islam, dan Eropa.
Tulisan Denys Lombard tidak menyajikan sejarah sebagai sekadar kronologi data, angka, tanggal, peristiwa, dan tokoh. Sebaliknya, ia menggabungkan narasi sejarah politik, sosial, dan budaya dengan data etnografis lokal. Melalui pendekatan multidisipliner dan fokus pada mentalitas masyarakat biasa, ia memberikan kedalaman yang unik pada narasi historisnya.
Jilid pertama ini secara khusus membahas โBatas-Batas Pembaratanโ, yang mengkaji pengaruh kebudayaan Barat (terutama Eropa) melalui intervensi kolonial, adaptasi budaya, hingga pembentukan struktur sosial modern di Jawa. Lombard tidak menyajikan kolonialisme sebagai narasi tunggal tentang penindasan, melainkan sebagai proses interaksi yang kompleks dan ambigu. Ia memaparkan bagaimana kebijakan kolonial seperti tanam paksa (Cultuurstelsel), pembangunan infrastruktur, sistem pendidikan, dan modernisasi birokrasi mengubah struktur sosial dan melahirkan kelas-kelas baru.
Kelas sosial ini mencakup masyarakat Kristen, golongan priayi, kelas menengah pribumi (yang menjadi embrio kesadaran nasionalisme), serta golongan militer dan akademisi. Sebagai penganut mazhab Annales, Lombard menonjolkan catatan sejarah sosial dari semua lapisan masyarakat, lengkap dengan mentalitas dan praktik budayanya.
Lombard mengawali uraiannya tentang pembaratan Jawa dengan memaparkan bagaimana Barat memandang Nusantara pada masa Hindia Belanda. Citra Hindia yang eksotis, baik dari segi pemandangan alam maupun masyarakat pribuminya, terus berubah seiring meningkatnya interaksi dan penguasaan kolonial. Kontak antarbangsa menjadi semakin intens, bermula dari misi dagang Belanda di Banten, lalu meluas ke berbagai bidang seperti pariwisata hingga upaya penaklukan.
Dari sinilah proses pembaratan mulai menorehkan jejak-jejak yang, meski samar, secara signifikan memengaruhi mentalitas masyarakat Jawa. Jejak-jejak ini, yang dilihat Lombard sebagai dampak pembaratan, muncul dalam berbagai bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Oksidentalisasi atau pembaratan ini dapat dilihat sebagai proses asimilasi budaya yang terjadi secara alamiah ketika kontak melahirkan pertukaran.
Dalam pengantarnya, Prof. Dr. Sartono Kartodirjo menyoroti bahwa westernisasi sebagai dampak kolonialisme dapat dipandang secara positif sebagai sebuah proses modernisasi. Bagi Sartono, transformasi struktural di bidang birokrasi, organisasi, komersialisasi, komunikasi, dan industrialisasi sangat relevan dengan studi pembangunan masa kini. Ia sependapat bahwa sejarah yang hanya menyajikan fakta รฉvรฉnementiel (peristiwa sesaat) tidaklah cukup. Diperlukan pelacakan pola, sistem, struktur, dan kecenderungan untuk membuat generalisasi yang dapat menjadi landasan dalam memproyeksikan masa depan.
Pendekatan yang berfokus pada studi kecenderungan ini sangat menonjol dalam mazhab Annales, dan Lombard memberikan banyak contohnya, seperti analisis gerakan protes petani, gerakan sosial, serta perilaku rakyat kebanyakan. Hal ini menunjukkan perbedaan mendasar dari pendekatan kesejarahan konvensional.
Di sinilah letak perbedaan besar karya Lombard dengan sejarah tradisional maupun sejarah kolonial. Keduanya cenderung konvensional, di mana pelaku utamanya adalah raja, panglima, dan kaum elite lainnya. Perbedaan mencoloknya adalah bahwa karya Lombard tergolong sebagai studi sejarah kritis yang menjadi antitesis terhadap sejarah kolonial yang Eurosentris. Namun, seperti halnya sejarah tradisional, karyanya berangkat dari perspektif “dari dalam” (internal perspective).
Pendekatan “dari dalam” ini memiliki implikasi etnografis dan geografis, serupa dengan yang pernah dilakukan oleh P.J. Veth. Konsekuensinya, ada beberapa data atau informasi yang mungkin menarik bagi pembaca Prancis, tetapi bisa dianggap remeh oleh pembaca pribumi. Meskipun demikian, pendekatan etnografis ini memiliki keuntungan besar: konsep dan istilah yang digunakan adalah yang lazim di kalangan pribumi, sehingga memberikan otentisitas pada analisisnya.
Lombard mengidentifikasi beberapa kelompok masyarakat yang paling terpengaruh oleh proses pembaratan. Kelompok-kelompok ini meliputi: golongan masyarakat Kristen yang berkembang dari aktivitas misionaris, golongan priayi yang diberi keistimewaan oleh kolonial namun perannya dibatasi untuk mencegah perlawanan, kelas menengah yang lahir dari urbanisasi, serta golongan militer dan akademisi.
BACA JUGA: Georgeย Makdisi: โNggakย Selamanya Pendidikan Islam itu Harus Kembali ke Era Nabiโ
Meskipun pengaruh Barat terasa kuat dan beberapa di antaranya bertahan hingga kini, Lombard menekankan bahwa banyak yang hanya merupakan “peminjaman di permukaan”. Peralihan budaya tidak terjadi sepenuhnya. Masyarakat Jawa menunjukkan kebimbangan dan ambiguitas yang dapat kita sebut sebagai bentuk resistensi dalam menerima budaya Barat.
Hal ini terlihat dalam berbagai penelusuran sejarah di hampir semua bab buku ini. Penerimaan terhadap pengaruh Barat selalu diikuti penyesuaian yang kontekstual dengan struktur sosial budaya lokal. Contohnya, masyarakat mengadopsi gaya pakaian Eropa, namun di saat yang sama tetap mengenakan sarung, kain jarik, atau kebaya, bahkan menggabungkannya sesuai kebutuhan. Contoh lain adalah kemampuan masyarakat untuk hidup berdampingan dengan ilmu metafisika sekaligus ilmu pengetahuan modern, memegang erat nilai spiritual tanpa harus meninggalkan yang material.
Dengan demikian, Nusa Jawa: Silang Budaya Jilid 1 – Batas-Batas Pembaratan karya Denys Lombard adalah sebuah kajian sejarah yang melampaui sekadar kronologi peristiwa. Melalui pendekatan multidisipliner dan sudut pandang mazhab Annales, Lombard menampilkan Jawa sebagai ruang silang budaya yang rumit, penuh dengan tarik-menarik antara penerimaan, resistensi, dan adaptasi terhadap pengaruh Barat. Buku ini tidak hanya memberi gambaran tentang bagaimana kolonialisme membentuk struktur sosial, ekonomi, dan budaya, tetapi juga membuka ruang refleksi bagi kita untuk memahami bahwa modernitas Indonesia hari ini adalah warisan dari proses sejarah yang panjang dan ambigu.
Tinggalkan Balasan