Tugas seorang filolog adalah melakukan kajian tentang naskah kuno dan melakukan preservasi hingga konservasi untuk menyelamatkan tulisan tangan yang usianya puluhan hingga ratusan tahun. Naskah kuno menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, identitas budaya, sumber sejarah, dan informasi tentang masyarakat di masa lalu.
Beberapa hal yang terkadang masih menjadi pertanyaan apa pentingnya melestarikan naskah kuno?
Bagi masyarakat, naskah kuno tidak jarang dianggap sebagai benda pusaka yang di bungkus dengan narasi mistis bahkan sampai ke persoalan yang paling “ekstrim”.
Paradigma semacam ini sering berkembang di tatanan masyarakat, bukan berarti harus dianggap sebagai kesalahan yang fatal, justru dengan begitulah kekhasan narasi yang berkembang dari kisah seorang pemilik naskah.
Kegiatan semacam Sosialisasi Naskah Kuno yang dilaksanakan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Trenggalek ini adalah upaya untuk mengajak seluruh masyarakat agar dapat bersama-sama agar saling bersinergi melalu Misi Kolektif Menyelamatkan dan Menghidupkan Naskah Kuno.
Misi Kolektif artinya kepentingan kita bersama untuk merawat, menjaga, dan menyebarluaskan mengenai naskah kuno yang tersimpan baik perseorangan maupun lembaga. Peran instansi pemerintah, masyarakat, pemilik naskah, dan akademisi perlu berjalan beriringan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Pasal 6 Ayat (1) huruf (b) dijelaskan bahwa Masyarakat berkewajiban menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya ke Perpustakaan Nasional.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor I Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya Pasal 1 ayat 2 menyebutkan benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Oleh karena itu, manuskrip atau naskah nusantara termasuk dalam kategori benda cagar budaya yang perlu didaftarkan keberadaannya, baik naskah nusantara yang berada di tangan pemerintah maupun yang berada di tangan perseorangan.
BACA JUGA:
Terkuak Warisan Intelektual Abad -19 Dalam Manuskrip Jember
Kegiatan Sosialisasi Naskah Kuno bertujuan agar naskah-naskah di Kabupaten Trenggalek dapat terinventarisasi dengan baik dan di daftarkan ke Perpustakaan Nasional. Naskah-naskah yang terdapat di Kabupaten Trenggalek seperti Kitab Fathul Mubin memiliki keunikan dalam penyebutan seorang tokoh yang tertulis pada bagian kolofon.

Jika kumpulan huruf tersebut di gabungkan maka merujuk pada sebuah nama yakni “Hasan Murjaf”. Pengejaan nama seorang penulis menunjukkan sikap tawadhu-nya saat berhasil menyelesaikan Kitab Fathul Mubin yang beliau tulis. Kota Sudiharjo Desa Gedangan mengarah pada sebuah daerah yang saat kita ketahui yaitu Sidoarjo. Namun, mengapa naskah ini kemudian berada di Kabupaten Trenggalek?
BACA JUGA:
Label Sejarah Identitas Jember yang Tak Pernah Tuntas!
Yang jelas keberadaan naskah kuno itu selalu memiliki sejarah yang dapat kita telusuri, bukan karena adanya pengaruh mistis sebagaimana yang sering berkembang di masyarakat.
Pembahasan mengenai kajian pernaskahan di Indonesia adalah upaya untuk menghidupkan teks-teks kuno yang tersimpan di tempat yang sunyi. Menghidupkan berarti menjaga, merawat, dan menjadikannya sebagai pedoman hidup dari tulisan kuno yang usianya sangat lampau. Keberadaan naskah-naskah di masyarakat adalah bukti akan peradaban di masa lampau yang telah berkembang pesat dari tradisi tulis, teknologi, dan keilmuan yang telah berkembang pada saat itu.
Tinggalkan Balasan